Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Cipta Kerja, Fungsi Legislatif DPR Dinilai Terancam Hilang

Kompas.com - 17/02/2020, 17:02 WIB
Dani Prabowo,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak akan lagi memiliki fungsi legislatif bila Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja disahkan.

Pasalnya, di dalam draf yang diserahkan pemerintah terdapat pasal yang menyebutkan sebuah undang-undang dapat dibatalkan hanya dengan peraturan pemerintah.

“Kalau pemerintah bisa mengubah UU, enggak perlu lagi ada DPR. Fungsi legislatif DPR tidak ada lagi. Walau pun UU yang dimaksud adalah UU Omnibus Law dan UU yang tidak diubah,” kata Refly kepada Kompas.com, Senin (17/2/2020).

Pasal yang dimaksud Refly yaitu Pasal 170 draf RUU Cipta Kerja. Di dalam pasal itu disebutkan:

Baca juga: Baleg: Omnibus Law Cipta Kerja Tak Dibahas di Masa Persidangan Ini

"Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini."

Kemudian, pada Pasal 170 ayat 2 disebutkan bahwa perubahan ketentuan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Ayat berikutnya menyatakan dalam rangka penetapan peraturan pemerintah, pemerintah dapat berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Refly menilai, pembahasan RUU ini akan berjalan alot. Sebab, kalau pun pemerintah menyetujui usulan pemerintah, belum tentu masyarakat akan menyetujuinya.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan RUU yang telah disahkan bersama akan di-judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kalau MK enggak membatalkan, sudah gila negara kita. Artinya sudah mau ke gejala otoritarianisme. Kembali ke Orde Lama dan Orde Baru. Dulu jaman Orde Lama kan bisa mengeluarkan Perpres, penetapan presiden yang sederajat dengan UU,” ujarnya.

Baca juga: Omnibus Law Cipta Kerja, Yasonna: Sekali Pukul Kita Revisi 70 Undang-undang

Di era demokrasi, ia mengingatkan, kekuatan dalam pengambilan sebuah keputusan dibagi antara eksekutif dan legislatif.

Ia khawatir, jika seluruh kekuasaan pengambilan keputusan diberikan sepenuhnya kepada eksekutif, hal itu hanya akan membuat persoalan di kemudian hari.

“Karena itu misalnya kita ingin memudahkan lapangan kerja, investasi dan sebagainya, kita tidak boleh merusak sistem hukum. Bahkan yang lebih jauh dari itu adalah sistem demokrasi atau sistem pemerintahan,” tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com