Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Demo Besar-besaran, KSPI Akan Tempuh Langkah Hukum Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 16/02/2020, 16:27 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan tindakan hukum untuk menolak Omnibus Law Cilta Kerja, selain akan menggelar aksi besar-besaran.

Hal tersebut disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal saat menggelar konferensi pers, merespons rencana pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di kawasan Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2020).

"Secara hukum kami akan lakukan judicial formil. Batalkan semua isi UU Omnibus Law, tidak hanya tentang ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi," kata dia.

Baca juga: Presiden Bisa Batalkan UU di RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Ray Rangkuti: Itu Otoriter!

Selain itu, pihaknya juga akan melakukan judicial review pasal-pasal mana yang merugikan.

Pihaknya akan meminta MK membatalkan pasal yang merugikan.

"Berikutnya citizen law suit, gugatan warga negara, karena buruh sebagai warga negara dirugikan dengan sikap pemerintah yang sangat kapitalis dan liberal," kata dia.

Menurut Iqbal, adanya Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini membuat dunia tenaga kerja diliberalisasi.

Hal tersebut terlihat dari pasal-pasal yang termuat dalam RUU tersebut.

Baca juga: Ini 9 Alasan KSPI Menolak Omnibus Law Cipta Kerja

"Orang tidak punya perlindungan terhadap upah dan pendapatan serta orang tidak dapat jaminan kesehatan dan pensiun," kata dia.

Setelah melakukan kajian terhadap RUU Cipta Kerja, ia menilai, apa yang dilakukan pemerintah melalui Omnibus Law hanya oming kosong belaka.

"Kami minta DPR secara politik batalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dan semua yang berhubungan dengan ketenagakerjaan," pungkas dia.

KSPI mengungkapkan sembilan alasan mengapa mereka menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Pekerja Lebih Rentan Di-PHK

Kesembilan alasan itu adalah soal hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, penggunaan outsourcing yang bebas di semua jenis pekerjaan dan tak berbatas waktu.

Kemudian jam kerja eksploitatif, penggunaan karyawan kontrak yang tidak terbatas, penggunaan tenaga kerja asing (TKA), PHK yang dipermudah, hilangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh khususnya kesehatan dan pensiun, serta sanksi pidana terhadap perusahaan yang dihilangkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com