Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Revisi UU Pemasyarakatan Kian Lemahkan Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 20/09/2019, 14:29 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan semakin melemahkan agenda pemberantasan korupsi.

Kurnia menilai agenda pemberantasan korupsi sudah diperlemah dengan terpilihnya pimpinan baru KPK. Itu diperparah dengan revisi UU KPK yang disahkan DPR. 

"Jadi lengkap sudah tahun 2019 ini, lima pimpinan KPK ada figur yang bermasalah, KPK juga diperlemah dengan regulasi UU KPK dan ketika pelaku korupsi dipenjara dia dapat kemudahan pengurangan hukuman melalui RUU Pemasyarakatan," kata Kurnia dalam diskusi di kantor ICW, Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Baca juga: Revisi UU Pemasyarakatan Dinilai Jadi Angin Segar bagi Koruptor

Dalam RUU Pemasyarakatan, salah satu poinnya menyebutkan tentang pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana kasus kejahatan luar biasa, salah satunya kasus korupsi.

RUU tersebut menghilangkan ketentuan bagi aparat penegak hukum, yakni KPK, memberikan rekomendasi bagi napi koruptor yang mengajukan hak remisi hingga pembebasan bersyarat.

Dalam Pasal 12 Ayat (2) UU Pemasyarakatan sebelum revisi, ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (PP).

Adapun PP yang ada saat ini adalah PP Nomor 99 Tahun 2012. PP itu memperketat pemberian hak remisi dan pembebasan bersyarat, yakni jika seorang narapidana kasus korupsi menjadi justice collaborator (JC) serta mendapat rekomendasi dari KPK.

"Sementara dalam RUU Pemasyarakatan menafikan isu itu (JC dan rekomendasi KPK). Padahal kita sependapat dengan PP 99 Tahun 2012 itu karena memang itu implementasi extraordinary crime korupsi, yang memang harus ada syarat khusus bagi orang yang ingin mendapatkan pengurangan hukuman," kata dia.

Menurut Kurnia, dengan adanya revisi UU Pemasyarakatan itu kewenangan pembebasan bersyarat hanya berdasarkan penilaian Direktorat Jenderal Pemasyarakatan saja.

"Yang mana kalau kita nilai, yang harusnya mengajukan rekomendasi juga penegak hukum, karena dia yang tahu peran yang bersangkutan dalam konstruksi kasus. Kombinasi antara pemasyarakatan dan penegak hukum jadi sesuatu yang penting untuk menilai apakah orang ini layak atau tidak layak diberikan pembebasan bersyarat," kata Kurnia.

"Kan kalau klausul berkelakuan baik dan lain-lain, itu kan domain pemasyarakatan. Tapi misalnya kalau terkait peran di dalam kasusnya itu harus domain KPK," tambah dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Erma Ranik mengatakan, rancangan UU Pemasyarakatan yang akan disahkan dalam waktu dekat itu meniadakan PP Nomor 99 Tahun 2012.

Baca juga: Pengamat: Revisi UU KPK hingga UU Pemasyarakatan Jadi Paket yang Dinanti Koruptor

PP itu mengatur syarat rekomendasi dari aparat penegak hukum yang selama ini memberatkan pemberian pembebasan bersyarat bagi napi korupsi. 

Dengan langkah terbaru di DPR ini, aturan mengenai pemberian pembebasan bersyarat kembali ke PP Nomor 32 Tahun 1999.

Namun, aturan soal justice collaborator dan rekomendasi KPK tidak tercantum dalam PP Nomor 32 Tahun 1999 itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com