JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih menyesalkan sikap DPR, pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menyepakati mantan narapidana korupsi berhak mencalonkan diri sebagai caleg dalam Pemilu 2019 selama mereka mengaku secara terbuka dan jujur kepada publik pernah menjadi mantan narapidana.
Kesepakatan sejumlah lembaga itu terjadi pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR pada Selasa (22/5/2018) silam.
"Kesimpulan RDP di atas tidak hanya mengecewakan KPU, tetapi juga publik. Sejak wacana ini mengemuka pada April 2018, publik ramai-ramai mendukung KPU. Hingga siang ini, sedikitnya 67.200 orang menandatangani petisi dukungan untuk KPU di change.org/koruptorkoknyaleg," ujar Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch Almas Sjafrina selaku perwakilan koalisi dalam keterangan resminya, Rabu (23/5/2018).
Baca juga: KPU Tetap Upayakan Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg
Dari dukungan petisi itu, Almas menilai publik ingin disodorkan calon anggota legislatif yang lebih bersih.
Ia memandang bahwa larangan mantan narapidana korupsi ikut jadi caleg juga dapat memperbaiki kinerja serta citra parlemen yang selama ini dikenal buruk.
"Tidak hanya itu, urgensi larangan mantan narapidana kasus korupsi memasuki arena kontestasi elektoral juga berangkat dari adanya fenomena residivis korupsi atau orang yang pernah dijatuhi hukuman dalam perkara korupsi lalu kembali melakukan korupsi setelah selesai menjalani hukuman," papar Almas.
Baca juga: Fadli Zon Minta KPU Tak Larang Mantan Koruptor Daftar Caleg
Selain itu, DPR juga kerap berada di posisi bawah dalam daftar lembaga demokrasi yang dipercaya publik.
Almas menjelaskan, salah satu penyebab rendahnya kepercayaan publik terhadap DPR adalah banyaknya anggota legislatif yang tersangkut kasus korupsi.
"KPU seharusnya tidak menyerah. Hal tersebut dikarenakan hasil atau keputusan konsultasi KPU dengan DPR dan pemerintah sehubungan dengan penyusunan PKPU Walau PKPU harus dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah dalam RDP bersifat tidak mengikat," kata dia.
Baca juga: KPU Tetap Larang Mantan Napi Kasus Korupsi Jadi Caleg pada Pemilu 2019
Almas mengingatkan, putusan MK No. 92/PUU-XIV/2016 menegaskan bahwa KPU adalah lembaga yang independen, khususnya dalam penyusunan PKPU.
"Oleh karena itu, kami koalisi masyarakat sipil untuk pemilu bersih mendorong KPU untuk tetap mempertahankan larangan mantan narapidana korupsi masuk dalam PKPU Pencalonan Pemilu Legislatif 2019," katanya.
Koalisi ini terdiri dari Indonesian Corruption Watch, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komite Pemantau Legislatif (KOPEL), Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif), dan Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Universitas Andalas.