JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria setuju dengan opsi kedua yang ditawarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif dalam Peraturan KPU (PKPU).
"Nah itu juga bisa jadi jalan tengah. Kita setuju. Itu bijak. Supaya tidak melanggar UU, di PKPU bisa diatur. Bisa saja diberikan kewenangan pada parpol," ujar Riza saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/4/2018).
(Baca juga: Pencabutan Hak Politik dan Larangan Napi Korupsi Nyaleg Bisa Jadi Peringatan Tegas)
Opsi kedua tersebut memberikan syarat kepada partai politik melakukan rekrutmen caleg yang bersih.
Riza menilai, opsi pertama, yakni larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi maju dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2019, berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu (UU Pemilu).
Sebab, Pasal 240 UU Pemilu menyebutkan, seorang mantan terpidana yang dipidana lima tahun penjara tetap bisa mendaftar sebagai caleg selama ia mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana.
Partai politik (parpol), kata Riza, memiliki kewajiban untuk menerapkan sistem perekrutan yang lebih baik.
Sehingga, parpol juga bertanggungjawab bila suatu saat nanti calegnya tersangkut kasus hukum, seperti misalnya kasus korupsi.
"Jadi jangan dilarang, tapi dilempar ke partai. Karena partai yang bertanggung jawab, orang itu baik atau tidak baik," kata Riza.
(Baca juga: PSI Anggap Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Sebuah Langkah Progresif)
Namun, Riza tak sepakat jika dalam PKPU tersebut diatur juga mengenai sanksi bagi parpol yang mengajukan caleg mantan narapidana korupsi.
Sebab, kata dia, ketentuan soal sanksi bagi parpol tidak diatur dalam UU Pemilu. Dengan demikian ketentuan tersebut tidak bisa diatur dalam PKPU.
"Ya enggak bisa, karena itu kan enggak diatur di UU. Jadi hanya berupa imbauan, penekanan, penegasan. Tidak ada konsekuensi bagi partai kalau tidak menjalankan. Nanti kan partai sendiri yang menilai apakah orang ini baik atau tidak baik," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.