JAKARTA, KOMPAS.com - Gugatan praperadilan Kepala Rumah Tahanan (Karutan) nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Achmad Fauzi ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Fauzi menggugat KPK karena merasa tidak terima ditetapkan sebagai tersangka dugaan pungutan liar (pungli) atau pemerasan.
Hakim Tunggal PN Jaksel Agung Sutomo Thoba menolak eksepsi dari Biro Hukum KPK.
"Dalam pokok perkara, menolak permohonan pemohon (Achmad Fauzi) praperadilan untuk seluruhnya," kata Agung saat membacakan amar putusannya di ruang sidang PN Jaksel, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2024).
Baca juga: Peras Tahanan Korupsi, Mantan Karutan KPK Minta Maaf
Hakim pun membebankan biaya perkara prpaeradilan ini kepada pemohon sebesar Rp 0.
Dalam pertimbangannya, Agung menyebut dalil Fauzi yang menuding dirinya ditetapkan sebagai tersangka sebelum diperiksa, harus dikesampingkan.
Sebab, hakim menilai surat perintah dimulainya penyelidikan (Sprinlidik) penanganan perkara itu sah.
KPK juga telah meminta keterangan dari Fauzi, petugas rutan, tahanan dan narapidana kasus korupsi.
"Haruslah dikesampingkan" ujar Agung.
Baca juga: Gugat Praperadilan, Eks Karutan KPK Minta Dibebaskan dari Rutan
Dengan demikian, penetapan tersangka oleh KPK dinilai memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
"Berdasarkan uraian di atas, maka hakim berpendapat bahwa penetapan permohonan sebagai tersangka oleh termohon didasarkan pada bukti permulaan yang cukup, yakni dua alat bukti yang sah menurut Pasal 184 Ayat 2 KUHAP," tutur Agung.
Fauzi merupakan aparatur sipil negara (ASN) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Dia bertugas di KPK melalui skema pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD).
Selain Fauzi, beberapa tersangka juga merupakan ASN dari Kemenkumham. Mereka adalah Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, dan Eri Angga Permana.
Baca juga: Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...
Mereka diduga mengumpulkan uang pungli dari para tahanan kasus korupsi bersama puluhan petugas rutan di KPK dengan nilai mencapai Rp 6,3 miliar sejak tahun 2019 sampai 2023.
Uang tersebut dibagi-bagikan dalam jumlah yang berbeda seusai posisinya. Achmad Fauzi mendapatkan setoran rutin sekitar Rp 10 juta setiap bulan.
Atas perbuatannya, para tersangka dianggap telah melanggar Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.