Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Yakin dengan Alasan Dasar Hukum Tetapkan Novanto Tersangka

Kompas.com - 28/09/2017, 08:21 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Meski sempat kecewa, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak masalah jika rekaman berdurasi 40 menit gagal diputar dalam sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai bukti. Menurut Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi, bukti-bukti yang sudah diserahkan KPK kepada hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar sudah cukup menguatkan argumen lembaga antirasuah itu dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka.

"Keyakinan kami, tanpa rekaman itu, kami sudah yakin alasan dasar hukum untuk tetapkan tersangka terhadap pemohon," ujar Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017) malam.

Padahal, kata Setiadi, rekaman itu bisa menjadi pamungkas karena bobotnya lebih besar dibanding bukti lainnya. Dalam sidang ini, KPK menyampaikan hampir 300 bukti dokumen berupa surat, data elektronik, berita acara pemeriksaan, hingga akta pembelian.

"Ditambah dengan ini kami makin cemerlang gitu dalam alasan penetapan pemohon sebagai tersangka," kata Setiadi.

(Baca:Pantau Praperadilan Setya Novanto, Ini Harapan Ketua KPK)

Rekaman tersebut memiliki durasi sekitar 40 menit. Itu merupakan hasil penyelidikan untuk kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP pada 2013. Dalam rekaman, kata Setiadi, ada beberapa saksi baik dari dalam maupun luar negeri yang menyebutkan keterlibatan Novanto.

Namun, Setiadi enggan menyampaikan substansi rekaman itu. KPK beranggapan rekaman tersebut memiliki kedudukan yang sama dengan bukti lainnya sebagai penguat dasar KPK dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka.

Setiadi menampik anggapan tujuan merrka memutar rekaman karena ingin memengaruhi opini publik terhadap Ketua Umum Partai Golkar itu. "Publik bisa menilai, menyimpilkan, dan memahami proses hukum kpk terhadap pemohon. Sebenarnya bukan untuk mempengaruhi opini," kata dia.

(Baca:KPK Hadirkan Ahli IT dalam Praperadilan Setya Novanto)

Agenda sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto memasuki tahapan kesimpulan, Kamis (28/9/2017). Baik pengacara Novanto maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyerahkan bukti-bukti serta mendengar keterangan ahli yang diajukan masing-masing.

Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK pada kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu.

Ketua Umum Partai Golkar itu diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP. Novanto sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

(Baca:Hadapi Praperadilan Setya Novanto, KPK Hadirkan 200 Bukti)

Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Kompas TV KPK Hadirkan Saksi Ahli di Sidang Praperadilan Setya Novanto
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com