JAKARTA, KOMPAS.com - Meski sempat kecewa, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak masalah jika rekaman berdurasi 40 menit gagal diputar dalam sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai bukti. Menurut Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi, bukti-bukti yang sudah diserahkan KPK kepada hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar sudah cukup menguatkan argumen lembaga antirasuah itu dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka.
"Keyakinan kami, tanpa rekaman itu, kami sudah yakin alasan dasar hukum untuk tetapkan tersangka terhadap pemohon," ujar Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017) malam.
Padahal, kata Setiadi, rekaman itu bisa menjadi pamungkas karena bobotnya lebih besar dibanding bukti lainnya. Dalam sidang ini, KPK menyampaikan hampir 300 bukti dokumen berupa surat, data elektronik, berita acara pemeriksaan, hingga akta pembelian.
"Ditambah dengan ini kami makin cemerlang gitu dalam alasan penetapan pemohon sebagai tersangka," kata Setiadi.
(Baca:Pantau Praperadilan Setya Novanto, Ini Harapan Ketua KPK)
Rekaman tersebut memiliki durasi sekitar 40 menit. Itu merupakan hasil penyelidikan untuk kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP pada 2013. Dalam rekaman, kata Setiadi, ada beberapa saksi baik dari dalam maupun luar negeri yang menyebutkan keterlibatan Novanto.
Namun, Setiadi enggan menyampaikan substansi rekaman itu. KPK beranggapan rekaman tersebut memiliki kedudukan yang sama dengan bukti lainnya sebagai penguat dasar KPK dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka.
Setiadi menampik anggapan tujuan merrka memutar rekaman karena ingin memengaruhi opini publik terhadap Ketua Umum Partai Golkar itu. "Publik bisa menilai, menyimpilkan, dan memahami proses hukum kpk terhadap pemohon. Sebenarnya bukan untuk mempengaruhi opini," kata dia.
(Baca:KPK Hadirkan Ahli IT dalam Praperadilan Setya Novanto)
Agenda sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto memasuki tahapan kesimpulan, Kamis (28/9/2017). Baik pengacara Novanto maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyerahkan bukti-bukti serta mendengar keterangan ahli yang diajukan masing-masing.
Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK pada kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu.
Ketua Umum Partai Golkar itu diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP. Novanto sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.
(Baca:Hadapi Praperadilan Setya Novanto, KPK Hadirkan 200 Bukti)
Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.