JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo heran dengan beberapa pihak yang mempermasalahkan presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.
Tjahjo menuturkan, sudah dua kali aturan tersebut digunakan dan menghasilkan presiden dan wakil presiden terpilih yang sah.
"Dulu presidential threshold 20-25 persen enggak ada mantan presiden yang komplain. Malah dulu mantan pesiden jadi presiden lagi juga dengan presidential threshold 20-25 persen. Sekarang ini malah dibilang enggak demokratis," ujar Tjahjo dalam sebuah diskusi di Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (12/8/2017).
Ia menduga pihak yang keberatan dengan presidential threshold merasa kesulitan untuk mengusung kadernya sebagai calon presiden di pemilu 2019. Ia melanjutkan ada juga partai yang keberatan dengan aturan tersebut karena tak ingin koalisinya terlalu besar.
(Baca: Kini Dukung Jokowi, Perindo Tak Lagi Persoalkan "Presidential Threshold")
Tjahjo pun mengatakan, pemerintah tak bermaksud memunculkan calon tunggal melalui aturan tersebut sebab dalam Undang-Undang Pemilu yang baru kemunculan calon tunggal sudah dipersulit melalui sejumlah pasal.
Oleh karena itu, ia menilai presidential threshold sebesar 20-25 persen sudah mempertimbangkan aspek keadilan bagi semua pihak.
"Lha kalau dilepas 0 persen partai baru belum teruji langsung lahir langsung nyapres kan tidak fair. Maka dia ikut pemilu dulu. Kalau tidak bisa satu partai ya dua partai tiga partai," lanjut dia.