JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito, menilai bahwa tidak ada kaitannya ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dengan peningkatan atau penurunan kualitas demokrasi di Indonesia.
"Tidak ada urusannya presidential threshold dengan peningkatan kualitas atau penurunan demokrasi. Bukan itu tolok ukurnya," kata Arie di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (30/7/2017).
Presidential threshold dalam Undang-Undang Pemilu yang baru disahkan pada 21 Juli 2017 dini hari itu menjadi sorotan karena menimbulkan dinamika politik di DPR.
Dalam rapat paripurna yang mengesahkan UU Pemilu, empat fraksi menyatakan walk out karena tidak setuju dengan aturan presidential threshold 20 persen perolehan kursi parlemen atau 25 persen suara nasional berdasarkan hasil Pemilu 2014.
Pengesahan UU Pemilu itu juga memicu pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Menurut Demokrat dan Gerindra, ketentuan presidential threshold melanggar prinsip keserentakan pada Pemilu 2019.
(Baca: SBY Akui Pertemuan dengan Prabowo Dipicu Pengesahan UU Pemilu)
Namun, Arie memprediksi pertemuan Prabowo dengan SBY hanya diisi pembicaraan yang di dalamnya penuh dengan kepentingan politik.
"Apa yang keduanya bicarakan itu hanya untuk menang pada pemilu 2019. Itu saja," kata Arie.
Begitu juga dengan pembelaan yang dilakukan pemerintah selama ini yang menegaskan bahwa jika tidak ada ambang batas, maka kualitas demokrasi akan menurun dari pemilu sebelumnya.
(Baca juga: Tjahjo: Sudah 2 Kali Pilpres, Kenapa Sekarang "Presidential Threshold" Dibahas?)
Arie menilai bahwa retorika yang disampaikan pemerintah juga tidak masuk akal.
"Kalau ditanya, apa kaitannya, silakan tanya mereka dan saya yakin, mereka tidak dapat menjawab hal itu secara masuk akal," ucapnya.
Arie melanjutkan, baik pemerintah maupun fraksi-fraksi yang menolak adanya presidential threshold, diharapkan lebih memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dibanding memperdebatkan permasalahan yang tidak baru.
Bukan tanpa alasan, Pemilu 2019 dinilai akan lebih rumit bagi masyarakat untuk memilih. Sebab, masyarakat harus mencoblos anggota legislatif DPR, DPRD, DPD dan juga pasangan calon presiden.
"UU Pemilu, sudah disahkan dan digugat ke MK. Lebih baik memikirkan hal lain seperti pendidikan pemilih. Di situ, akan terlihat kualitas demokrasi yang sebenarnya," kata dia.
(Amriyono Prakoso/Tribunnews)
***
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul: "Persoalan Presidential Threshold Hanya Untuk Menang Pemilu 2019"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.