Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Atas Dasar Apa Todung Sebut KPK Tak Bisa Diangket?

Kompas.com - 13/07/2017, 21:56 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan advokat senior, Todung Mulya Lubis, yang menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa dikenakan hak angket DPR.

Ia mengakui KPK merupakan bagian dari auxiliary agencies sebagai lembaga penunjang yang ditempatkan dalam posisi indepdenden. Namun, keberadaan lembaga seperti itu, menurut Yusril, tidak terlepas dari rumpun di mana auxiliary agencies itu berada.

Ia menyatakan KPK melakukan tugasnya di bidang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi seperti Kejaksaan. Karenanya, ia berada dalam ranah atau rumpun eksekutif.

"Keduanya dapat ditarik keberadaannya kepada Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 sebagai badan-badan lain yang tugasnya terkait dengan kekuasaan kehakiman. Hanya bedanya secara struktural, kejaksaan berada di bawah Presiden sedangkan KPK tidak berada di bawah lembaga manapun," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Kamis (13/7/2017).

(Baca: Todung: Yusril Salah Anggap KPK Bagian dari Eksekutif)

Ia melanjutkan, dalam Pasal 23 UUD 1945 seperti Bank Indonesia, adalah lembaga yang independensinya ditegaskan oleh konstitusi. Dewan Gubernur BI, sebagaimana komisioner KPK dipilih oleh DPR dan disahkan oleh Presiden.

Namun dalam angket terhadap skandal Bank Century, angket DPR langsung atau tidak langsung ditujukan kepada Bank Indonesia.

Yusril melanjutkan KPK selama ini menjadi mitra kerja Komisi III DPR.

KPK selalu hadir diundang dalam Rapat Kerja Komisi III untuk dilakukan pengawasan. Keberadaan Rapat Kerja sebagai pengawasan hanya diatur dalam Peraturan Tatib DPR, namun KPK tetap patuh.

"Kalau BI sebagai lembaga negara independen yang bukan sekadar auxiliary agency seperti dikatakan Todung, bisa diangket DPR, maka atas dasar apa Todung mengatakan KPK tidak bisa diangket?" tutur Yusril.

(Baca: Pegawai KPK Uji Materi soal Hak Angket, Ini Tanggapan Ketua Pansus)

"Mengapa ketika DPR ingin melakukan angket, yang merupakan instrumen pengawasan yang diatur dalam UUD 45, Todung menolaknya? Todung seperti kehilangan kejernihan berpikir karena keinginannya yang menggebu-gebu untuk menolak angket DPR terhadap KPK," lanjut dia.

Advokat sekaligus aktivis hak asasi manusia Todung Mulya Lubis menyebut pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra salah jika menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bagian dari eksekutif. Yusril menganggap DPR berhak menggunakan hak angket terhadap KPK.

"Yusril Ihza Mahendra salah kalau anggap KPK bagian dari eksekutif. Saya kira pembahasan tradisional mengenai ilmu tata negara menghasilkan orang seperti Yusril Ihza Mahendra ini, yang melihat arsitektur ketatanegaraan kita hanya eksekutif, legislatif, dan yudikatif," kata Todung dalam sebuah diskusi tentang Hak Angket KPK di Jakarta, Rabu (12/7/2017).

Kompas TV Febri Diansyah mengatakan, KPK belum berencana membawa persoalan angket ke pengadilan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com