JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan melaksanakan rapat pleno terkait hasil uji kelayakan dan kepatutan lima calon Hakim Agung Senin (29/8/2016) malam. Namun, dari dua hakim yang telah mengikuti uji kelayakan dan kepatutan, Komisi III merasa pesimis dengan hasilnya.
Mereka menilai belum ada calon Hakim Agung yang revolusioner sehingga ke depannya bisa diharapkan untuk membenahi kinerja Mahkamah Agung (MA) dalam menyelesaikan kompleksnya permasalahan hukum di Indonesia.
Meski demikian, Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari bersikukuh telah melakukan seleksi dan penjaringan secara ketat.
"Kami lakukan pemantauan rekam jejak tidak singkat. Sudah lama, waktunya cukup panjang sejak ada permohonan calon Hakim Agung kami sudah teliti rekam jejak, klarifikasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), semua sudah maksimal," ucap Aidul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2016).
(Baca: Calon Hakim Agung: Di MA, Pegawai Pengantar Kertas Saja Mobilnya Bagus)
Aidul mengklaim kelima calon Hakim Agung yang tengah melakoni uji kelayakan dan kepatutan merupakan hakim yang paling bersih dari keseluruhan calon lainnya. Aidul menuturkan, sejauh ini masyarakat juga tak pernah megadukan kelima calon Hakim Agung tersebut kepada KY.
"Kami tidak melalukan dengan mata tertutup. Tapi kami sudah lakukan klarifikasi terhadap semua pengaduan. Namun bagaimanapun juga kewenangan DPR menyetujui atau tidak," papar Aidul.
(Baca: Suap Pengaturan Perkara di MA Diduga Libatkan Hakim Agung)
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan sejauh ini hasil uji kelayakan dan kepatutan dua calon Hakim Agung sebelumnya masih belum menunjukan kualitas Hakim yang revolusioner.
"Dua calon Hakim Agung sebelumnya masih berada di kuadran dua, artinya tidak kurang-kurang amat tapi juga tidak menonjol," lanjut Arsul.
Padahal, Arsul menilai saat ini Mahkamah Agung (MA) membutuhkan Hakim Agung yang revolusioner untuk menyelesaikan kompleksnya permasalahan hukum di Indonesia.
"Kalau hanya pada kuadran rata-rata maka memang menjadi kurang optimis untuk bisa mendorong reformasi kultural dan perilaku lingkungan dunia peradilan, khususnya di MA," tutur Arsul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.