BALI, KOMPAS.com—Ada pemandangan berbeda saat keluar dari Bandara Ngurah Rai, Bali, Senin (8/8/2016). Spanduk berdiri dengan dominasi warna merah bertebaran di sini.
Spanduk-spanduk serupa terbentang pula di kanan dan kiri pintu masuk kawasan Bali Tourism Development Corporation (BTDC) menuju Bali Nusa Dua Convention Center.
Tertera di spanduk-spanduk itu "The 3rd Congress Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions”.
Betul, ini adalah penanda hajatan Kongres ke-3 Asosiasi Mahkamah Konstitusi Asia dan Lembaga Sejenis (Association of Asian Consitutional Court and Equivalent Institutions atau AACC).
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) menjadi tuan rumah di sini. Peserta kongres adalah delegasi dari anggota AACC. Dua dari 16 negara anggota AACC tidak mengirimkan delegasi, yaitu Pakistan dan Uzbekistan.
Hadir pula para pengamat (observer), akademisi, dan mantan hakim konstitusi, tak hanya dari negara-negara anggota AACC tetapi juga dari Eropa dan Afrika.
Kongres akan berlangsung di Nusa Dua, Bali, mulai Senin (8/8/2016) hingga Minggu (14/8/2016). Sejumlah agenda pembahasan digelar mulai Selasa (9/8/2016).
"Rencananya, Kamis (11/8/2016), Presiden Joko Widodo akan hadir membuka agenda utama kongres," kata Ketua MK sekaligus Presiden AACC, Arief Hidayat, di lokasi kongres, Selasa (9/8/2016).
Hak konstitusional warga negara
Terbentuk sejak 2010, AACC bermula dari kesepakatan beberapa mahkamah konstitusi di Asia untuk membentuk asosiasi. Sebelumnya, delegasi dari mahkamah-mahkamah ini sudah rutin menggelar pertemuan sejak 2005.
Kongres ke-3 AACC mengangkat tema “Pemajuan dan Perlindungan Hak-hak Konstitusional Warga Negara", atau dalam bahasa Inggris adalah "The Promotion and Protection of Citizens’ Constitutional Rights".
Pilihan tema berdasarkan pemikiran bahwa gagasan menjamin hak konstitusional warga negara pada prinsipnya adalah sama, sekalipun setiap negara memiliki sistem hukum dan institusi yang berbeda.
Pemikiran itu juga yang kemudian menjadi landasan dan esensi terbentuknya pengadilan konstitusi di semua negara. MK adalah wujud pengadilan tersebut di Indonesia.
Pada dasarnya, mahkamah atau pengadilan konstitusi berkewajiban memberikan kepastian hukum bagi warga negara dalam produk hukum seperti undang-undang.
Mahkamah ini menguji dan membuktikan sebuah produk hukum agar jangan sampai bertentangan dengan hak konstitusional warga Negara.
Sebagai tuan rumah kongres, MK menilai kajian mengenai kewenangan pengaduan konstitusional sebagai instrumen perlindungan bagi hak dasar warga negara adalah penting untuk dilakukan.
Namun, hingga saat ini MK belum memiliki kewenangan penyelesaian perkara pengaduan konstitusional. "(Karenanya), MK merasa perlu menimba pengalaman dari pengadilan konstitusi lain yang tergabung dalam AACC," ujar Arief.
Mengawal demokrasi
Selain memberikan jaminan kepastian hukum, pengadilan konstitusi juga bertanggung jawab mengawal demokrasi melalui dukungan secara prosedural maupun substantif.
Adapun untuk dukungan substantif, salah satunya terwujud dalam kewenangan pengadilan konstitusi untuk mengontrol produk-produk hukum yang dihasilkan oleh lembaga legislatif.
Khusus dukungan substantif, pengadilan konstitusi atau lembaga sejenis memiliki peran sentral terkait dengan kewenangan untuk me-review produk hukum yang dihasilkan melalui proses politik.
Prinsipnya, lewat dua dukungan tersebut, pengadilan konstitusi punya kewajiban menjamin semua peraturan perundangan yang berlaku agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam konstitusi.
Kewenangan menguji undang-undang menjadi kewenangan utama, sementara kewenangan lainnya bersifat atributif berdasarkan praktik di masing-masing negara.
Agenda
Melalui, kongres di Bali, partisipan dari negara-negara anggota AACC akan memberi paparan mengenai implementasi upaya memperkuat perlindungan hak konstitusional warga negara di negara masing-masing. Bahasan akan dibagi dalam tiga topik besar.
Ketiga topik itu adalah “Mekanisme Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara: Perbedaan Perpektif dari Berbagai Negara”, “Aturan Mahkamah Konstitusi se-Asia dan Lembaga Sejenis Melindungi Hak Konstitusional Warga Negara Melalui Putusannya”, serta “Tantangan dan Penguatan Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara Sekarang dan Rencana Masa Depan”.
"Sebelum agenda utama kongres dibuka, dua hari pertama kegiatan akan diisi pertemuan para sekretaris jenderal lembaga anggota AACC (Secretary General Meeting) dan pertemuan anggota AACC (Board of Members Meeting atau BoMM)," tutur Arief.
Sampai sekarang kedudukan sekretariat masih mengikuti negara asal Presiden AACC yang bergilir setiap dua tahun sekali. MK terpilih sebagai Presiden AACC periode 2014-2016 dalam Kongres ke-2 AACC di Istanbul, Turki, pada Mei 2014.
"Kalau ada sekretariat tetap, organisasi ini akan semakin mantap. Saat ini Indonesia siap untuk memfasilitasi sekretariat tetap. Kalau pun ada sekretariat tetap, prinsipnya tetap sama. Kami tidak akan saling mengintervensi negara lain," ujar Arief.
Arief melanjutkan bahwa adanya sekretariat tetap tidak akan menggantikan peran sentral Presiden AACC. Sebaliknya sekretariat tetap dapat menguatkan organisasi ini.
Delegasiyang telah terkonfirmasi hadir dalam Kongres ke-3 AACC datang dari Indonesia, Afghanistan, Azerbaijan, Kazakhstan, Korea Selatan, Kyrgyztan, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Filipina, Rusia, Tajikistan, Thailand, dan Turki.
Apakah dari Bali akan ada pembahasan dan keputusan yang bakal memperkokoh hak konstitusional warga negara lewat pengadilan konsitusi? Kita tunggu bersama.