Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Beradab Minus Korupsi

Kompas.com - 15/03/2016, 09:42 WIB

"Quo usque tandem abutere, Catalina, patientia nostra? (Sampai kapan wahai Catalina, engkau akan terus menyalahgunakan kesabaran kami?)

Di hadapan sekitar 600 senator Republik Roma pada pengujung tahun 63 SM, Marcus Tullius Cicero dengan berapi-api menggunakan pertanyaan retorik tersebut untuk membuka orasinya yang memukau.

Cicero, seorang orator, filsuf, dan politisi ternama Romawi, mengutuk konspirasi Catalina, politisi korup yang demi kepentingan pribadinya berniat menggulingkan Republik Romawi.

Pada saat itu, Cicero (106-43 SM) dengan detail "menelanjangi" plot pemberontakan Catalina, lantas meminta senat menjatuhi hukuman mati bagi Catalina.

Bagi sebagian orang, Catalina dianggap revolusioner karena membawa gagasan revolusi pertanahan.

Namun, bagi Cicero, Catalina merupakan politisi putus asa dan kontroversial yang berkali-kali menguji kesabaran publik Romawi lewat laku kriminal.

Beberapa pemerhati sejarah menjelaskan tindakan Catalina itu sebagai akibat ia terjerumus kubangan utang gara-gara dua kali kalah dalam pemilihan konsul, jabatan politik tertinggi di Romawi.

Mary Beard dalam SPQR: A History of Ancient Rome (2015) mencatat, pemilihan jabatan publik di Roma masa itu bisa menjadi sangat mahal.

Supaya terpilih, kandidat keluar uang banyak untuk menunjukkan kemurahan hati mereka kepada rakyat.

Pembusukan politik pada masa-masa akhir Republik Romawi, sebelum dikuasai diktator Julius Caesar, bisa menjadi refleksi atas apa yang terjadi di Indonesia masa kini. Politisi di Indonesia tak jauh dari kontroversi.

Dari media massa, publik bisa menerima informasi soal politisi yang terjerat kasus kekerasan, korupsi, gaya hidup mewah, dan skandal seks. Seperti opera sabun, kisahnya hampir sama dengan aktor yang berbeda.

Keprihatinan terhadap kondisi politik di Indonesia yang masih jauh dari tujuan adiluhung menyejahterakan dan memakmurkan rakyat itu mengemuka pula dari para pembicara diskusi bertema keadaban politik yang menjadi bagian dari peluncuran Sekolah Politisi Muda di Jakarta, Kamis (10/3).

Persoalan yang dibahas dalam diskusi itu juga antara lain tak jauh dari politisi yang tak memikirkan kesejahteraan rakyat hingga korupsi politik para politisi dan partai politik.

Dalam diskusi, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif menyebut politisi di Indonesia masih menjadikan politik sebagai mata pencarian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com