Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angket untuk Menkumham Dinilai Tidak Wakili Kepentingan Rakyat

Kompas.com - 29/03/2015, 12:19 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana anggota DPR RI menggunakan hak angket terhadap Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dianggap hanya memuat kepentingan politik dan jauh dari kepentingan publik. Karena itu, publik diminta untuk menolak penggunaan hak angket tersebut.

"Soal angket memprihatinkan. Publik harus menolak karena tidak ada urgensinya, tidak ada kepentingan publik yang substansial di dalamnya," kata ahli psikologi politik, Hamdi Muluk, saat dihubungi, Minggu (29/3/2015).

Dosen di Universitas Indonesia itu menilai rencana anggota DPR menggunakan hak angket untuk Menkumham muncul karena dimotori oleh politisi Golkar pendukung Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie. Ia berharap masalah internal Golkar tidak dituangkan dalam angket dan sebaiknya diselesaikan melalui mekanisme internal atau pengadilan negeri.

"Ini kan persoalan segelintir elite Golkar yang berebut kepengurusan. Seharusnya jangan dijadikan urusan publik," ujarnya.

Selanjutnya, Hamdi mendorong DPR RI fokus pada tugas utamanya, seperti legislasi, pengawasan, dan budgeting. Ia menyarankan DPR untuk lebih fokus menyelesaikan tugas legislasi atau memilih kepala Polri definitif karena sifatnya lebih penting ketimbang mengurusi persoalan internal Golkar.

Menurut Hamdi, anggota DPR salah kaprah ketika menilai Menkumham melakukan abuse of power karena mengakui kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono. Pasalnya, pendaftaran kepengurusan partai politik menjadi domain Kemenkumham dan pihak yang keberatan dapat melakukan gugatan secara hukum, bukan perlawanan politik seperti menggulirkan angket.

"DPR itu bukan dewan perwakilan Golkar, jangan bawa urusan internal golkar jadi urusan publik. Masih banyak pekerjaan DPR yang lebih substantif," ucapnya.

Lebih dari 100 anggota DPR telah menandatangani penggunaan hak angket terhadap Menkumham. Dokumen pengajuan angket itu juga telah disampaikan pada pimpinan DPR.

Rencana penggunaan hak angket muncul setelah Menkumham mengakui kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono. Kubu Aburizal juga melakukan perlawanan secara hukum dengan mengajukan gugatan ke PN Jakarta Utara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com