Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Denny Indrayana Sebut "Payment Gateway" Diketahui Kemenkeu

Kompas.com - 28/03/2015, 14:36 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum Denny Indrayana, Defrizal Djamaris, menyebut bahwa sistem payment gateway yang menyeret Denny ke ranah hukum diketahui oleh Kementerian Keuangan.

Defrizal mengatakan, saat program tersebut akan dijalankan, Kementerian Hukum dan HAM mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan soal sistem itu. Kemenkeu pun memberikan ruang kepada Kemenkumham untuk menjalankan sistem itu.

"Kemenkeu menjawab dengan kasih ruang. Kemenkeu tidak pernah tegas menyebut ini (payment gateway) bertentangan dengan Permenkeu," ujar Defrizal saat dihubungi pada Sabtu (28/3/2015).

Defrizal menegaskan bahwa kondisi tersebut menunjukkan bahwa sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik yang kini menjerat kliennya telah sesuai dengan prosedur. Defrizal menegaskan, kliennya tidak menyalahi aturan apa pun pada saat itu.

Defrizal juga mengatakan bahwa sistem payment gateway juga diketahui oleh atasan Denny, yakni Amir Syamsuddin sebagai Menkumham periode 2011-2014.

"Menteri selalu berkoordinasi dengan UKP4, seperti untuk daily report kegiatan ini. Amir itu memantau, enggak mungkin dia enggak tahu," lanjut Defrizal.

Defrizal mengatakan, pernyataannya tersebut bukan untuk menuding bahwa Amir juga ikut terlibat dalam kasus yang menjerat kliennya. Jika memang penyidik menemukan unsur pidana, maka pihak Denny meminta polisi menindaklanjuti sesuai prosedur.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan Denny Indrayana sebagai tersangka. Denny diduga kuat menyalahgunakan wewenang dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik atau payment gateway.

Penyidik masih menunggu hasil audit kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, penyidik sudah memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu, yakni mencapai Rp 32.093.692.000. Selain itu, penyidik juga menduga adanya pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem itu.

Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com