Proteksi hukum

Munculnya rezim izin pemeriksaan dalam revisi UU MD3 layak dicurigai sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan legislasi yang dimiliki DPR untuk menciptakan proteksi hukum bagi anggota DPR. Kecurigaan ini beralasan ketika begitu banyak anggota DPR yang bermasalah hukum, termasuk dalam tindak pidana korupsi. Bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), izin pemeriksaan memang tak jadi soal sebab KPK memiliki hukum acara sendiri dan tidak tunduk pada aturan ini. Namun, ini akan menyulitkan penegak hukum lain, seperti Kepolisian dan Kejaksaan. Ini menunjukkan ketakkonsistenan DPR mendorong kinerja penegakan hukum di luar KPK. Di satu sisi DPR menghendaki perbaikan di Kepolisian dan Kejaksaan, di sisi lain justru menghadirkan regulasi penghambat dan pemersulit penegakan hukum.


Pengesahan UU ini sangat layak dikategorikan sebagai bentuk pembangkangan hukum oleh institusi DPR. Menurut UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi UU wajib hukumnya mengakomodasi dan menindaklanjuti apa yang telah diputuskan MK. Ketika rezim izin pemeriksaan telah dibatalkan MK, setiap keputusan untuk mengaturnya kembali dalam sistem hukum adalah bentuk pembangkangan.

Harus ada upaya review atas aturan mengenai izin pemeriksaan itu: DPR merevisinya atau masyarakat mengajukan uji materi atas UU itu ke MK. Politik legislasi DPR di akhir periode ini harus tetap dikawal. Jangan digunakan untuk keuntungan kelompok tertentu, apalagi menciptakan kebal hukum bagi DPR.

Reza Syawawi
Peneliti Transparency International Indonesia