Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Parpol Terpecah Itu Biasa, Pecat-memecat Itu Menggelikan

Kompas.com - 26/06/2014, 15:19 WIB
Meidella Syahni

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad, menilai terpecahnya beberapa partai politik menjelang Pemilu Presiden 2014 bukanlah hal yang baru. Namun, ia menyebut, pemecatan kader oleh pimpinan parpol hanya karena berbeda aspirasi sebagai sesuatu yang menggelikan.

"Di mata publik, tindakan pecat-memecat sudah menjadi tabiat elite politik yang sama-sama tidak bermartabat dengan yang dipecat," ujarnya, Kamis (26/6/2014), di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta.

Menurut pengajar ilmu sosial politik pascasarjana ini, tindakan pimpinan parpol itu tidak mencerminkan pendidikan politik yang baik, tetapi justru memprihatinkan. Menurut Herdi, perpecahan parpol menunjukkan ideologi yang sangat cair karena partai masih dianggap sebagai instrumen transaksional.

Pemecatan Nusron Wahid, Agus Gumiwang, dan Poempida Hidayatulloh oleh Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, menurut Herdi, adalah patologi politik yang berulang dalam demokrasi Indonesia. Ia mencontohkan pemecatan yang sama terhadap Fahmi Idris, yang juga mertua Poempida Hidayatulloh, oleh partai yang sama menjelang Pemilu 2004.

Dalam persepsi publik, lanjut Herdi, parlemen hanyalah gerombolan politisi dengan hak istimewa yang siap menguras sumber daya ekonomi dan kultural rakyat.

"Perpecahan parpol makin menambah sinisme dan disorientasi di kalangan rakyat yang sedang belajar berdemokrasi, yakni 'demokrasi wani piro' yang jauh dari cita-cita proklamasi, Pancasila, dan konstitusi kita," katanya.

Herdi memprediksi perpecahan parpol seperti yang melanda Golkar, PKPI, Demokrat, saat ini akan terus berulang pada masa mendatang sebagai keniscayaan dalam demokrasi yang dibajak modal dan kekuatan oligarki.

"Baik Jokowi maupun Prabowo bisa jadi korban dari pertikaian kekuatan modal dan oligarki yang menunggang arus demokrasi untuk kepentingan tempatnya bercokol sendiri," katanya.

Adapun sosok-sosok seperti Ruhut Sitompul yang mendapat kecaman partai karena deklarasi dukungannya kepada Jokowi-JK yang ia klaim direstui SBY, menurut Herdi, hanyalah riak biasa dalam dunia politik.

"Itu menunjukkan kalau pragmatisme politik itu masih ada. Seperti buih, nanti juga akan hilang seiring berlalunya pilpres," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com