Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puisi-puisi Fadli Zon Dianggap sebagai Serangan Politik

Kompas.com - 17/04/2014, 14:21 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Puisi yang disampaikan oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon dianggap sebagai alat untuk menyerang lawan politiknya. Puisi-puisi Fadli itu dinilai tidak sesuai fakta dan dikategorikan sebagai upaya membohongi publik.

"Puisinya menyerang dengan membabi buta dan tanpa bukti yang solid," kata pengamat politik, Fadjroel Rahman, Kamis (17/4/2014).

Fadjroel menambahkan, Fadli seharusnya membuat puisi yang lebih sesuai dengan fakta dan bukti yang solid. Tanpa itu semua, Fadjroel menilai Fadli ingin membohongi publik untuk kepentingan politik kelompoknya.

"Tidak etis puisinya, semuanya tanpa bukti. Pembohongan publik untuk mendiskreditkan lawan politik," ujarnya.

Secara terpisah, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, mengatakan bahwa puisi-puisi Fadli masuk dalam kategori serangan politik. Dalam konteks ini, Arbi menganggap Fadli tidak perlu memperkuat puisinya dengan bukti konkret karena yang terpenting adalah pesan yang ingin disampaikan Fadli mampu dimengerti oleh publik. Arbi juga menganggap serangan politik sangat wajar dilakukan menjelang pemilihan umum. Tujuannya untuk menjatuhkan semua yang menjadi lawan politik.

"Itu jelas serangan politik, tak perlu diperkuat oleh fakta. Yang penting serangannya sampai," ujarnya.

Ini adalah kali keempat Fadli membuat puisi berbau politik. Puisi terbarunya berjudul "Raisopopo" dan dibacakannya dalam jumpa pers di Kantor DPP Gerindra, Rabu (16/4/2014). Dalam puisi itu, ia bercerita tentang blusukan, wayang, dan mimpi fatamorgana calon pemimpin. Fadli tidak menyebut siapa yang ia maksud dalam puisi itu.

Istilah "rapopo" yang disebutkan di bagian akhir puisi itu populer di media sosial. Kata yang berarti "tidak apa-apa" itu semakin populer setelah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, yang menjadi bakal calon presiden dari PDI-P, mengucapkannya saat ia diserang lawan politik.

Sebelum puisinya ini, Fadli pernah membuat puisi berlirik tajam dengan judul "Air Mata Buaya" dan "Sajak Seekor Ikan". Fadli tidak pernah menyebutkan siapa yang ia singgung dalam puisi tersebut. Publik kemudian menghubung-hubungkan isi puisi itu dengan PDI Perjuangan.

Politikus PDI-P, Fachmi Habcyi, pernah menanggapinya dengan membuat puisi berjudul "Pemimpin Tanpa Kuda". Fadli membalasnya dengan puisi berjudul "Sandiwara", yang berisi mengenai seseorang yang tidak menepati janji. Ini dibalas lagi oleh Fachmi melalui puisi bertajuk "Rempong". Ketika ditanya tentang tafsir puisi terbarunya, Fadli hanya tertawa. "Masa saya tafsirkan puisi saya sendiri," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com