Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapi Putusan MA, Mendagri: Pelantikan Kepala Daerah Tidak Perlu Serentak

Kompas.com - 24/06/2024, 18:06 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah disebut tidak berniat untuk menyeragamkan jadwal pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024.

"Tidak harus (pelantikan) waktunya serempak," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kepada wartawan di kantor Kemendagri, Senin (24/6/2024).

Isu penyeragaman jadwal pelantikan kepala daerah ini menjadi isu krusial menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) belum lama ini.

MA mengubah syarat usia calon kepala daerah dari sebelumnya dihitung saat penetapan pasangan calon menjadi dihitung saat pelantikan calon terpilih.

Baca juga: Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Putusan ini dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum lantaran jadwal pelantikan kepala daerah terpilih boleh jadi berbeda-beda, meskipun pilkada berlangsung serentak pada 27 November nanti.

Jadwal pelantikan itu bisa berlainan tergantung adanya sengketa hasil Pilkada 2024 atau tidak di wilayah tersebut.

Proses sidang sengketa di MK pun akan memakan waktu lebih. Belum lagi, jika terdapat pelanggaran atau ketidakabsahan suara, MK dapat memerintahkan pemungutan suara ulang dalam kurun tertentu.

Di sisi lain, hal ini juga menimbulkan potensi masalah seandainya kepala daerah terpilih ternyata belum memenuhi syarat usia pada saat jadwal pelantikan yang bersangkutan.

Baca juga: Mendagri Minta Pj Kepala Daerah Mundur jika Ikut Pilkada atau Diberhentikan

Tito mengakui hal ini, namun menegaskan bahwa keserentakan jadwal pelantikan seluruh kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota bukan hal yang mudah.

Ia menegaskan, pemerintah menghormati hak calon kepala daerah untuk mengajukan sengketa hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Mungkin Desember (penghitungan dan rekapitulasi suara Pilkada 2024) selesai, Januari pelantikan, yang paling cepat mungkin Desember atau Januari. Tapi kita juga enggak menutup kemungkinan karena kan ada hak untuk mengajukan gugatan di MK. Ada yang bisa cepat, bisa juga lambat," ujar Tito.

Eks Kapolri itu memberi contoh, pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2020 di Kalimantan Selatan memakan waktu sekitar 8 bulan.

Ketika itu, cagub-cawagub Kalsel Denny Indrayana-Difriadi 2 kali mengajukan sengketa hasil pilkada ke MK.

Baca juga: Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Sengketa pertama dikabulkan MK dan Mahkamah memerintahkan pilkada ulang. Kembali kalah, Denny-Difriadi kembali mengajukan sengketa, namun kali ini majelis hakim menolaknya.

Contoh lain, ujar Tito, adalah sengketa hasil Pilkada 2020 di Yalimo, Papua, yang memakan waktu lebih dari setahun sebelum pemerintah dapat melantik kepala daerah definitif pemenang pilkada.

"Kita berharap tentunya ini tidak terlalu lama, sehingga pejabat definitif terpilih, begitu definitif terpilih segera kita lantik. Jadi tidak harus waktunya serempak, tapi kita harap mudah-mudahan tidak banyak sengketa sehingga pelantikannya akan cepat dan tidak jauh dengan masa pelantikan presiden terpilih," ungkap Tito.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com