JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Yandri Susanto memastikan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak akan dilakukan di periode saat ini.
Pasalnya, masa bakti anggota MPR RI periode 2019-2024 akan berakhir. Sedangkan masa minimun amandemen UUD 1945 adalah 6 bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.
"Pasti enggak mungkin di periode ini, sudah pasti. Tidak (akan) ada sama sekali (amendemen UUD di periode ini)," kata Yandri di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2024).
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah memastikan, pihaknya tidak mengoper (carry over) rencana amendemen UUD 1945 ini kepada MPR periode berikutnya.
Baca juga: Bertemu Jokowi, Pimpinan MPR Laporkan Rencana Amendemen 1945
Dia bilang, MPR periode saat ini hanya akan memberi rekomendasi. Selanjutnya, MPR selanjutnya yang memiliki kewenangan penuh untuk melakukan amendemen atau sebaliknya.
"Sudah pasti tidak mungkin (amendemen sekarang) karna kami dilarang melakukan amendemen kalau masa jabatan kami itu sudah kurang dari 6 bulan. Sekarang kita sudah tinggal 3 bulan lagi, syaratnya harus di atas 6 bulan," kata Basarah.
Wacana mengamendemen UUD 1945 datang dari MPR dan DPD RI sejak tahun lalu, di antaranya untuk mengembalikan kedudukan MPR menjadi lembaga tertinggi negara, juga pembentukan pokok haluan negara.
“Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri, saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu,” kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam pidatonya pada sidang tahunan MPR, Agustus 2023 lalu.
Baca juga: DPD Getol Suarakan Amendemen UUD 1945 agar Presiden Kembali Dipilih MPR, Klaim Prabowo Mau
Menurut Bamsoet, ada persoalan-persoalan negara yang belum mampu terjawab oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Misalnya, apabila terjadi bencana alam yang berskala besar, pemberontakan, peperangan, pandemi, atau keadaan darurat lain yang menyebabkan pemilu tak dapat digelar sebagaimana perintah konstitusi.
Dalam situasi demikian, tidak ada presiden dan wakil presiden yang terpilih dari produk pemilu. Contoh tersebut menimbulkan pertanyaan, siapa pihak yang punya kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya demikian.
"Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum? Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis?” ucap Bamsoet.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.