JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rizka Andalucia mengatakan, uji keamanan tanaman kratom saat ini berada pada tahap in vivo (uji terhadap organisme hidup) pada hewan.
Diketahui, pemerintah meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan BPOM melanjutkan riset tentang aspek keamanan kratom.
"Ujinya baru sampai in vivo pada hewan coba," kata Rizka saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2024).
Rizka menuturkan, dalam penelitian, BPOM bertindak sebagai pengawas sesuai dengan kewenangannya.
Baca juga: Soal Legalitas Daun Kratom, Moeldoko: Kemenkes Tidak Mengategorikan Narkotika
Pengawasan itu mulai dari uji preklinik, uji pada hewan, hingga uji klinik. Dia bilang, pengujian tersebut sudah menjadi standar baku yang perlu dipenuhi untuk memastikan mutu dan kualitasnya.
Nah BPOM sudah berkomunikasi dengan BRIN, nanti kita akan mengawal sesuai dengan standar yang ada. Kalau setiap tahapan, kita melihat apakah protokolnya sudah sesuai apa belum, sudah bisa membuktikan apa yang diharapkan apa tidak," ucap dia.
Secara legalitas, tanaman ini masih dipertanyakan. Badan Narkotika Nasional (BNN) sendiri memasukkan daun kratom sebagai NPS di Indonesia dan merekomendasikannya ke dalam jenis narkotika golongan 1 dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 lantaran memiliki efek samping yang membahayakan, terlebih bila penggunaannya tidak sesuai takaran.
Baca juga: Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Tata Kelola Perdagangan Kratom
"Kesehatan kita ikut ininya WHO ya, jadi WHO masih masukin ini dalam kajian," jelasnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Sebagai informasi, pemerintah berusaha menggenjot ekspor daun kratom. Daun kratom sendiri memiliki efek obat atau farmakologi seperti analgesik opioid (antinosiseptif).
Di akhir tahun lalu, Kepala BNN Marthinus Hukom mengaku akan mempelajari terlebih dahulu efek kratom.
BNN kata dia, perlu berkoordinasi terlebih dahulu dengan Menteri Kesehatan dan melihat kembali kebijakan pemerintah mengenai golongan narkotika. Ia tidak ingin mengambil keputusan terburu-buru demi keselamatan manusia.
Baca juga: Mentan Bakal Budi Dayakan Tanaman Kratom jika Sudah Diregulasi
"Ini juga kan menyangkut keselamatan manusia dan kita menggunakan kemanfaatan. Kalau memang lebih banyak manfaatnya, pertimbangan hukumnya apa, pertimbangan etisnya apa," ucap Marthinus.
"Tapi kalau lebih banyak mudaratnya atau daya rusaknya, untuk apa kita lakukan?" imbuhnya.
Berdasarkan catatan Kemendag sejak 2019 hingga 2022 nilai ekspor kratom selalu mengalami pertumbuhan dengan tren sebesar 15,92 persen per tahun.
Sementara di periode Januari-Mei 2023, nilai ekspor kratom Indonesia tumbuh 52,04 persen menjadi 7,33 juta dollar AS. Begitu pula dengan volume ekspornya, nilai pertumbuhannya sebesar 51,49 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2022.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.