Oleh karena itu, tidak mudah bagi Jokowi jika suatu saat memutuskan bergabung dan langsung memimpin Partai Golkar.
”Itu ketentuannya (AD/ART) seperti itu. Anggaran dasar rumah tangga partai itu tidak boleh dilanggar siapa pun. Kalau sampai sekarang, kami berpegang pada aturan yang ada,” kata Firman dikutip dari Kompas.id, Senin (18/3/2024).
Firman mengatakan, para kader Partai Golkar diharap mematuhi aturan di dalam AD/ART yang sudah disepakati supaya tidak menimbulkan gejolak.
Selain itu, kata Firman, memilih kandidat ketua umum juga dilihat dari beberapa aspek seperti pencapaian yang terukur, persyaratan administrasi, prestasi, dedikasi, dan loyalitas terhadap partai.
Dia juga menyatakan tidak terdapat keadaan memaksa yang mesti membuat pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar yang direncanakan pada Desember 2024 untuk dimajukan.
Baca juga: Tertawa Ditanya Isu Jadi Ketum Golkar, Jokowi: Saya Sementara Ketua Indonesia Saja
Beralih dari Golkar, terbaru, Jokowi disebut-sebut ingin merebut kursi Ketum PDI-P yang sudah 30 tahun lebih diduduki oleh Megawati Soekarnoputri.
Hal itu terungkap oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto dalam sebuah diskusi buku di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Peristiwa tersebut, menurut Hasto, dilakukan Jokowi jauh sebelum pemilihan umum (Pemilu) 2024 berlangsung.
"Rencana pengambilalihan Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Jadi jauh sebelum pemilu, beberapa bulan, antara lima sampai enam bulan. Ada seorang menteri, ada super power full, ada yang power full. Supaya enggak salah, ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi," kata Hasto dalam diskusi itu.
Ryaas diketahui adalah guru besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Baca juga: Hasto Ungkap Jokowi Sempat Utus Menteri agar Megawati Serahkan Kursi Ketum PDI-P
Menurut Hasto, Ryaas ditugaskan Jokowi untuk membujuk Megawati agar kepemimpinan PDI-P diserahkan pada Jokowi.
Hasto menyebutkan, hal itu dilakukan dalam rangka menjadi kendaraan politik Jokowi.
"Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega, agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Pak Jokowi. Jadi dalam rangka kendaraan politik. Untuk 21 tahun ke depan," ujarnya.
Lebih lanjut, Hasto mengarakan, upaya-upaya yang dilakukan Jokowi perlu diwaspadai semua pihak, tidak hanya PDI-P.
Melihat upaya tersebut, Hasto menjadi teringat akan sosok Presiden Kedua RI Soeharto yang juga dinilai ingin mempertahankan kekuasaan.
"Nah ini harus kita lihat, mewaspadai bahwa ketika berbagai saripati kecurangan pemilu 1971, yang menurut saya 1971 saja enggak cukup, ditambah 2009, menghasilkan 2024 kendaraan politiknya sama," kata Hasto.
Baca juga: Dituding Ingin Ambil Kursi Ketum PDI-P, Jokowi: Katanya Golkar, Masak Mau Direbut Semuanya...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.