JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang jabatannya sebagai presiden berakhir, Joko Widodo (Jokowi) diterpa isu ingin merebut kursi ketua umum (Ketum) partai politik (parpol).
Tak tanggung, Jokowi disebut-sebut ingin merebut kursi ketum pada dua parpol, yakni Partai Golkar dan PDI Perjuangan (PDI-P).
Awalnya, Jokowi diterpa kabar ingin merebut kursi pimpinan partai berlambang pohon beringin, Golkar, pada awal tahun 2024 ini.
Terkini, elite PDI-P menyebut Jokowi sempat mengutus menteri dalam upaya merebut kursi kepemimpinan PID-P dari Megawati Soekarnoputri.
Baca juga: 4 Menterinya Dipanggil MK, Jokowi: Semuanya Hadir Hari Jumat
Mengemukanya isu Jokowi bakal menjadi Ketua Umum Partai Golkar, bermula dari sejumlah elite partai berlambang pohon beringin itu sendiri.
Namun, jauh sebelumnya, Jokowi memang digadang bakal merapat bergabung ke Partai Golkar, setelah kedapatan memakai dasi kuning.
Usulan agar Jokowi menjadi Ketua Umum Partai Golkar periode 2024-2029, salah satunya diajukan oleh anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Ridwan Hisjam.
Politikus senior Partai Golkar itu menilai, Jokowi memenuhi kriteria untuk memimpin partainya karena rekam jejaknya merepresentasikan ideologi karya kekaryaan yang diterapkan Golkar.
Hal itu setidaknya terlihat dari penamaan Kabinet Kerja pada periode pertama kepemimpinannya.
Baca juga: Romo Magnis Bicara Etika Presiden di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran Bela Jokowi
Selain itu, pada periode kedua pemerintahannya, Jokowi menempatkan kader Golkar sebagai menteri koordinator (menko).
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan merupakan Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar, dan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto adalah Ketua Umum Partai Golkar.
”Saya mengusulkan Pak Jokowi menjadi calon ketua umum Partai Golkar. Apakah dia bersedia? Ya, kembali ke Pak Jokowi,” kata Ridwan dilansir dari Kompas.id, Minggu (17/3/2024), .
Namun, isu yang mengemuka di lingkungan internal tersebut justru dibantah oleh internal Partai Golkar sendiri.
Sebab, menurut Ketua DPP Partai Golkar Firman Subagyo, salah satu ketentuan syarat menjadi ketua umum Partai Golkar adalah sudah menjadi kader partai itu selama lima tahun berturut-turut.
Sementara Jokowi hingga kini saja diketahui masih merupakan kader PDI-P.
Baca juga: Soal Isu Jokowi Jadi Ketum Golkar, Dito Ariotedjo: Tampaknya Beliau Akan Fokus Multipartai
Oleh karena itu, tidak mudah bagi Jokowi jika suatu saat memutuskan bergabung dan langsung memimpin Partai Golkar.
”Itu ketentuannya (AD/ART) seperti itu. Anggaran dasar rumah tangga partai itu tidak boleh dilanggar siapa pun. Kalau sampai sekarang, kami berpegang pada aturan yang ada,” kata Firman dikutip dari Kompas.id, Senin (18/3/2024).
Firman mengatakan, para kader Partai Golkar diharap mematuhi aturan di dalam AD/ART yang sudah disepakati supaya tidak menimbulkan gejolak.
Selain itu, kata Firman, memilih kandidat ketua umum juga dilihat dari beberapa aspek seperti pencapaian yang terukur, persyaratan administrasi, prestasi, dedikasi, dan loyalitas terhadap partai.
Dia juga menyatakan tidak terdapat keadaan memaksa yang mesti membuat pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar yang direncanakan pada Desember 2024 untuk dimajukan.
Baca juga: Tertawa Ditanya Isu Jadi Ketum Golkar, Jokowi: Saya Sementara Ketua Indonesia Saja
Beralih dari Golkar, terbaru, Jokowi disebut-sebut ingin merebut kursi Ketum PDI-P yang sudah 30 tahun lebih diduduki oleh Megawati Soekarnoputri.
Hal itu terungkap oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto dalam sebuah diskusi buku di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Peristiwa tersebut, menurut Hasto, dilakukan Jokowi jauh sebelum pemilihan umum (Pemilu) 2024 berlangsung.
"Rencana pengambilalihan Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Jadi jauh sebelum pemilu, beberapa bulan, antara lima sampai enam bulan. Ada seorang menteri, ada super power full, ada yang power full. Supaya enggak salah, ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi," kata Hasto dalam diskusi itu.
Ryaas diketahui adalah guru besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Baca juga: Hasto Ungkap Jokowi Sempat Utus Menteri agar Megawati Serahkan Kursi Ketum PDI-P
Menurut Hasto, Ryaas ditugaskan Jokowi untuk membujuk Megawati agar kepemimpinan PDI-P diserahkan pada Jokowi.
Hasto menyebutkan, hal itu dilakukan dalam rangka menjadi kendaraan politik Jokowi.
"Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega, agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Pak Jokowi. Jadi dalam rangka kendaraan politik. Untuk 21 tahun ke depan," ujarnya.
Lebih lanjut, Hasto mengarakan, upaya-upaya yang dilakukan Jokowi perlu diwaspadai semua pihak, tidak hanya PDI-P.
Melihat upaya tersebut, Hasto menjadi teringat akan sosok Presiden Kedua RI Soeharto yang juga dinilai ingin mempertahankan kekuasaan.
"Nah ini harus kita lihat, mewaspadai bahwa ketika berbagai saripati kecurangan pemilu 1971, yang menurut saya 1971 saja enggak cukup, ditambah 2009, menghasilkan 2024 kendaraan politiknya sama," kata Hasto.
Baca juga: Dituding Ingin Ambil Kursi Ketum PDI-P, Jokowi: Katanya Golkar, Masak Mau Direbut Semuanya...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.