Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud Dorong Pemerintah Berikutnya Lanjutkan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 14/03/2024, 21:39 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD mendorong pemerintahan berikutnya untuk melanjutkan penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.

Mahfud mengatakan, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (PPHAM) masih berlaku dan patut untuk dilanjutkan oleh pemerintahan selanjutnya.

"Keppres itu berlaku tidak terbatas waktu karena Keppres itu memerintahkan agar semua pelanggaran HAM berat itu korbannya disantuni semua dan itu saya kira bagus lah siapa pun pemerintahnya," kata Mahfud di Blok M Plaza, Jakarta, Kamis (14/3/2024).

Baca juga: Mahfud Sebut Pelanggaran HAM Kini Terjadi karena Keserakahan, Bukan Perang Ideologi

Mahfud menuturkan, ada 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui pemerintah dan harus diselesaikan.

Ia mengakui bahwa idealnya peristiwa pelanggaran HAM itu dibawa ke pengadilan HAM agar para pelakunya diadili.

Namun, mantan menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan tersebut menyebutkan upaya tersebut tidak mudah untuk dilakukan karena kurangnya alat bukti.


Ia mencontohkan, mereka yang terlibat dalam tragedi 1965-66 umumnya sudah berusia tua bahkan tidak sedikit yang telah meninggal dunia.

"Pelakunya itu sudah tidak ada. Kan pada saat itu tahun 65, pelaku-pelakunya yang sudah dewasa kan minimal sudah berusia 18 tahun. Nah pada tahun ini, mereka sebagian besar sudah meninggal," kata Mahfud.

Ia menuturkan, undang-undang memang mengatur bahwa tidak ada masa kedaluarsa bagi pengusutan kasus pelanggaran HAM berat.

Namun, lagi-lagi, membuktikan pelanggaran HAM berat di pengadilan bukanlah perkara mudah.

Baca juga: Mahfud Sebut Akan Kembali Menulis dan Mengajar Bila Tak Lagi jadi Bagian Pemerintah

"Kami sudah membawa 34 terdakwa ke pengadilan. Itu ternyata oleh pengadilan dibebaskan semua 34. Tidak satu pun dihukum. Kenapa? Buktinya tidak ada, pelaku langsung tindak pidana tidak ada," kata dia.

Oleh sebab itu, pemerintah kini menempuh penyelesaian jalur nonyudisial yang lebih menaruh perhatian pada kepentingan korban.

"Yang saya lakukan sebagai pemerintah itu adalah korban. Pelakunya itu urusan sana, Kejaksaan Agung, DPR sana, urus itu pelaku siapa, mau dihukum berapa. Tapi yang kami datangi korban kayak gini tadi," kata Mahfud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com