JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD menyatakan, tragedi kemanusiaan seperti yang terjadi pada tahun 1965-1966 tidak boleh lagi terjadi karena menciptakan diskriminasi di antara masyarakat Indonesia.
Hal ini disampaikan Mahfud seusai menyaksikan Eksil, film dokumenter yang memotret kehidupan warga Indonesia yang terjebak di luar negeri dan tidak bisa pulang ke Tanah Air karena dituduh terafilisiasi Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Era Reformasi telah membuka kepada kita demokratisasi. Oleh sebab itu, saya kira tugas kita ke depan sebagai bangsa, mari jangan sampai terjadi (persoalan) kemanusiaan seperti ini, ini residunya masih banyak sampai sekarang," kata Mahfud di Blok M Plaza, Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Siapkan Saksi dan Ahli untuk Sidang Hasil Pilpres di MK, Termasuk Kapolda
Mahfud menuturkan, peristiwa Gerakan 30 September pada 1965 telah menciptakan praktik diskriminatif terhadap warga yang dianggap terafiliasi dengan PKI.
Ia mencontohkan, di dalam negeri, banyak orang yang dibuang ke Pulau Buru karena dituduh terafiliasi dengan PKI. Selain itu, banyak juga yang sulit bersekolah dan mendapatkan pekerjaan karena alasan yang sama.
"Jadi orang dulu dikaitkan dengan familinya PKI, bapaknya PKI, saudaranya PKI, mau sekolah enggak bisa, cari kerja selalu diisolasi, minta surat keterangan, itu selama 32 tahun Orde Baru," ujar Mahfud.
Baca juga: Respons Polri soal TPN Ganjar-Mahfud Akan Datangkan Kapolda di Sidang MK
Diskriminasi serupa juga dialami oleh warga Indonesia yang sedang mengenyam pendidikan di luar negeri dan dituduh terafiliasi dengan PKI.
Mahfud menyebutkan, paspor mereka tiba-tiba diambil dan mereka juga diharuskan membuat pernyataan mengutuk Presiden Sukarno, jika tidak mereka bakal dilarang untuk kembali ke Indonesia.
Padahal, mereka yang bersekolah di luar negeri itu tidak tahu menahu dengan G30S di Indonesia yang disebut-sebut digerakkan oleh PKI.
Situasi tersebut mulai berubah ketika Orde Baru runtuh, pemerintah Indonesia pun pelan-pelan mulai menghapus kebijakan-kebijakan yang diskrminatif terhadap warganya sendiri itu.
Baca juga: Saksi Ganjar-Mahfud Tolak Tanda Tangani Rekapitulasi Se-Jatim, kecuali di Bangkalan
"Mulai Pak Habibie sudah dimulai penghapusan itu yaitu dengan, menghapus tim screening, kemudian sesudah itu di dalam negeri Mahkamah Konstitusi memutus tidak boleh ada diskriminasi terhadap mantan anggota PKI, apalagi keluarganya," kata mantan Menko Polhukam itu.
Oleh karena itu, mereka yang dahulu dituduh terafiliasi dengan PKI pun kini sudah memiliki hak-hak yang sama seperti warga negara lainnya, termasuk dapat mencalonkan diri sebagai anggota DPR dan menjadi direktur di perusahaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.