Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Tak Ada Bukti Empirik Gubernur Jakarta Mampu Atasi Banjir dan Macet jika Dipilih Presiden

Kompas.com - 12/03/2024, 14:10 WIB
Fika Nurul Ulya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Jojo Rohi mengatakan tidak ada bukti empirik yang menunjukkan Gubernur Jakarta yang dipilih presiden mampu mengatasi banjir dan macet.

Keterlibatan pemerintah pusat dalam pemilihan gubernur alih-alih melalui mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), belum tentu mampu mengatasi berbagai permasalahan di Jakarta.

"Tidak ada bukti empirik yang membuktikan langsung kalau pembangunan akan lebih mudah, lebih lancar, bisa memotong birokrasi misalnya. Menurut saya tidak ada bukti empirik yang menunjuk kepada asumsi itu," kata Jojo Rohi kepada Kompas.com, Selasa (12/4/2023).

Baca juga: Survei Litbang Kompas: 66,1 Persen Masyarakat Tak Setuju Gubernur Jakarta Dipilih Presiden

Ia menilai, masyarakat tetap memiliki hak untuk memilih Gubernur Jakarta melalui Pilkada meski statusnya tidak lagi menjadi ibu kota negara, utamanya jika ingin melestarikan sistem demokrasi langsung.

Pengamat politik ini beranggapan, loyalitas gubernur yang ditunjuk langsung oleh Presiden akan bertumpu pada atasan yang menunjuknya. Sedangkan jika dipilih masyarakat secara langsung, loyalitas akan bertumpu pada masyarakat.

Pemilihan kepala daerah oleh rakyat, kata Jojo, akan memiliki legitimasi yang cukup kuat.

"Justru menurut saya pemilihan langsung lebih membuat kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat itu punya legitimasi yang cukup kuat, untuk mengambil kebijakan-kebijakan daripada ditunjuk oleh Presiden (yang) legitimasinya dari atas, bukan dari bawah," bebernya.

Ia menekankan, kekhususan yang akan disandang Jakarta tidak serta-merta mengubah mekanisme pemilihan gubernur.

Dia berpendapat, status ibu kota yang dicopot dari Jakarta tidak berimplikasi pada mekanisme Pilkada.

"Apa pun nanti batasan-batasan kekhususan Jakarta setelah dia tidak menjadi ibu kota, itu tentu saja tidak boleh berimplikasi pada mekanisme Pilkada, khususnya tidak boleh mengubah pemilihan langsung. Jadi menurut saya pemilihan langsung harus tetap digunakan sebagai mekanisme pemilihan kepala daerah di Jakarta," jelas Jojo.


Sebelumnya diberitakan, wacana gubernur-wakil gubernur Jakarta ditunjuk presiden berdasarkan usulan DPRD di dalam RUU DKJ yang telah ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR, menuai polemik.

Pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ berbunyi: "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD."

Tujuh dari sembilan fraksi di DPR mengaku tak setuju dengan usulan tersebut. Sementara dua lainnya mengaku mengusulkan pasal itu, yakni Fraksi PPP dan Fraksi Gerindra.

Berdasarkan survei Litbang Kompas, sebanyak 66,1 persen masyarakat tidak setuju dengan usulan itu, sementara 31,3 persen masyarakat menyetujui.

Baca juga: Pengamat Ingatkan Pemilihan Gubernur Jakarta Harus lewat Pilkada meski Nanti Bukan Ibu Kota Negara

Alasan pihak yang setuju, ialah penunjukan Gubernur Jakarta oleh Presiden akan mempermudah pembangunan Jakarta karena didukung pemerintah pusat. Sebanyak 32,4 persen responden menyatakan demikian.

Lalu, 19,6 persen menyatakan lewat penunjukan langsung oleh Kepala Negara, masyarakat tidak terbelah karena Pilkada.

Kemudian, 16,5 persen responden juga menyatakan penunjukan tidak akan membuang biaya untuk Pilkada, 15,9 persen menyatakan pembangunan akan lebih berkelanjutan, dan 2,9 persen menyatakan pemerintah pusat lebih memahami keadaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com