Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Ingatkan Pemilihan Gubernur Jakarta Harus lewat Pilkada meski Nanti Bukan Ibu Kota Negara

Kompas.com - 12/03/2024, 11:47 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Jojo Rohi mengingatkan agar masyarakat tetap memiliki hak untuk memilih Gubernur Jakarta melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) meski kini Jakarta tidak lagi berstatus daerah khusus ibu kota.

Tanggapan ini menyusul adanya pasal kontroversial dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Keistimewaan Jakarta (DKJ) yang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).

Salah satu pasal kontroversial itu adalah pasal 10 ayat (2) yang mengatur penunjukkan gubernur oleh presiden, usai Jakarta ke depan tidak lagi menyandang status ibu kota negara lewat berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).

"Kalau kita punya spirit untuk melestarikan demokrasi langsung, keterlibatan dan partisipasi publik secara langsung masyarakat Jakarta, yang paling memungkinkan adalah pemilihan langsung daripada appointed atau penunjukkan," kata Jojo Rohi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/3/2024).

Baca juga: Baleg Jadwalkan Rapat Perdana Bareng Pemerintah Bahas RUU DKJ pada 13 Maret

Jojo menilai, pemilihan gubernur secara langsung oleh masyarakat dengan penunjukkan oleh presiden akan berimplikasi pada beberapa hal, termasuk loyalitas.

Pengamat politik ini beranggapan, loyalitas gubernur yang ditunjuk langsung oleh Presiden akan bertumpu pada atasan yang menunjuknya. Sedangkan jika dipilih masyarakat secara langsung, loyalitas akan bertumpu pada masyarakat.

Pemilihan kepala daerah oleh rakyat, menurut Jojo, akan memiliki legitimasi yang cukup kuat.

"Justru, menurut saya, pemilihan langsung lebih membuat kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat itu punya legitimasi yang cukup kuat, untuk mengambil kebijakan-kebijakan daripada ditunjuk oleh Presiden (yang) legitimasinya dari atas, bukan dari bawah," ujarnya.

Di sisi lain, menurut Jojo, pemerintah dan wakil rakyat perlu mendiskusikan terlebih dahulu definisi daerah khusus bagi Jakarta, sebelum memutuskan akan menyerahkan pemilihan gubernur kepada rakyat atau presiden.

Baca juga: Mahfud Sebut Isi RUU DKJ Mengecohkan, Presiden Bisa Cawe-cawe Pilih Gubernur Jakarta

Lewat pendefinisian, kekhususan Jakarta setelah tak menjadi ibu kota akan memiliki konsekuensi dan batasan-batasan terkait dengan definisi tersebut, termasuk mekanisme pemilihan pemimpin daerah.

Jojo lantas mencontohkan wilayah Yogyakarta yang disematkan sebagai "Daerah Istimewa". Daerah itu dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono secara turun-temurun yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayahnya sendiri.

Pasalnya, daerah istimewa ini sudah memiliki pemerintahan sendiri sejak 1755, jauh sebelum Indonesia merdeka. Wilayah itu dipimpin oleh kepala daerah yang merupakan penguasa monarki.

"Yogya daerah istimewa, artinya keistimewaannya punya kekhususan sehingga implikasinya adalah pada pemimpin daerah, misalnya Sultan. Kalau di Jakarta apa kekhususannya, sehingga berimplikasi pada penunjukan kepala daerahnya," kata Jojo.

"Apakah kekhususan itu kemudian akhirnya mau tidak mau kepala daerahnya harus appointed (ditunjuk), bukan elected (dipilih melalui pemungutan suara). Itu yang belum clear ya, di antara pembahasannya," ujarnya lagi.

Baca juga: Ketua Komisi II Bantah RUU DKJ Sengaja Dirancang untuk Beri Kewenangan Lebih pada Gibran

Kendati demikian, dia menekankan bahwa kekhususan yang akan disandang Jakarta nantinya seharusnya tidak serta-merta mengubah mekanisme pemilihan gubernur.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Nasional
Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Nasional
Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Nasional
PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

Nasional
Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Nasional
Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran ibarat Pisau Bermata Dua

Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran ibarat Pisau Bermata Dua

Nasional
Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com