Memang, kata Arief, Sirekap bukan hasil resmi pemilu. Namun, keberadaan Sirekap tetap penting sebagai bentuk keterbukaan informasi pemilu kepada publik.
“Jangan kemudian sistem informasinya tidak bisa berfungsi maksimal, salah membaca, dan sebagainya, kemudian publik yang jadi korbannya, tidak dapat informasi maksimal,” tutur Komisioner KPU RI periode 2012-2022 ini.
Baca juga: Dihapusnya Grafik Sirekap KPU Dinilai Kemunduran, Tak Sesuai Prinsip Rekapitulasi
Penghapusan grafik rekapitulasi Sirekap juga dianggap semakin memperkuat pandangan negatif terhadap KPU. Menurut Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati, sikap KPU ini membingungkan masyarakat.
Sebab, Neni menyebut, rakyat berhak mengetahui perkembangan proses penghitungan suara Pemilu 2024, salah satunya melalui Sirekap.
"Di tengah masifnya pemberitaan dan banyaknya laporan masyrakat terkait dengan penggelembungan suara semakin memperkuat kecurigaan publik kepada penyelenggara Pemilu," kata Neni saat dihubungi pada Kamis (7/3/2024).
Keputusan penghentian penayangan grafik Sirekap juga dianggap bukan jalan keluar. Sebab menurut Neni, mestinya KPU dan pihak pembuat Sirekap yakni Institut Teknologi Bandung (ITB) menuntaskan persoalan soal akurasi data.
"Sirekap tidak menunjukkan data justru bukan menjawab permasalahan publik tetapi adanya kejanggalan dan anomali kebijakan yang dibuat oleh KPU," ujar Neni.
"Sejak diketahui sirekap bermasalah langsung seharusnya lakukan pembenahan secara serius meskipun memang itu hanya alat bantu," sambungnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.