Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai-ramai Elite Politik Kritik KPU yang Hentikan Grafik Rekapitulasi Sirekap...

Kompas.com - 08/03/2024, 05:15 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tiba-tiba memutuskan untuk menghentikan penayangan grafik atau diagram rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024 dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) di situs pemilu2024.kpu.go.id.

Alasannya, tingginya tingkat kekeliruan pembacaan Sirekap terhadap formulir model C menyebabkan data perolehan suara tidak sesuai dengan hasil di tempat pemungutan suara (TPS) dan menimbulkan kesalahpahaman publik.

Adapun formulir model C merupakan catatan berita acara pemungutan dan penghitungan suara di TPS saat pemilu. Formulir itu memuat data perolehan suara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres), partai politik, dan calon anggota legislatif (caleg).

"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader (KPPS) dan operator Sirekap KPU kabupaten/kota, hal itu akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," kata anggota KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com, Selasa (6/3/2024).

Meski begitu, bukan berarti KPU menutup akses publik untuk mendapatkan hasil penghitungan suara. KPU berjanji tetap mengunggah foto asli formulir C.Hasil plano dari TPS sebagai bukti autentik perolehan suara, sebagaimana yang selama ini berlangsung.

Baca juga: KPU Setop Tayangan Grafik Sirekap, Tetap Unggah Rekapitulasi Asli untuk Bukti

Fungsi utama Sirekap, kata Idham, sejak awal memang sebagai sarana transparansi hasil pemungutan suara di TPS, di mana publik bisa melihat langsung hasil suara setiap TPS di seluruh Indonesia melalui unggahan foto asli formulir model C.Hasil plano di Sirekap.

"Sirekap fokus ke tampilan foto formulir model C.Hasil saja, tanpa menampilkan kembali data numerik hasil tabulasi sementara perolehan suara peserta pemilu hasil pembacaan foto formulir model C.Hasil plano," tegas Idham.

KPU pun mengaku tengah fokus melakukan rekapitulasi suara manual berjenjang dari tingkat kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, hingga pusat untuk penetepan hasil resmi pemilu. Adapun angka yang tertera di Sirekap, baik itu akurat maupun tidak, hanya sebagai transparansi informasi dan bukan hasil resmi.

Namun, langkah KPU menghentikan tayangan grafik Sirekap menuai polemik. Ramai-ramai partai politik hingga pasangan capres-cawapres mengkritik tampilan Sirekap yang kini hanya memuat menu untuk memeriksa foto asli formulir C.Hasil TPS.

Membingungkan

Kritik terhadap KPU datang salah satunya dari kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Juru Bicara Tim Nasional Anies-Muhaimin, Billy David menilai, langkah KPU menghentikan grafik rekapitulasi Sirekap membingungkan publik.

"Meski maksudnya meredam kontroversi dalam Sirekap, namun tidak didahului dengan sosialisasi yang baik," kata Billy kepada Kompas.com, Rabu (6/3/2024).

"Sehingga, lagi-lagi menimbulkan polemik baru di tengah masyarakat. KPU jangan terus menerus membuat masyarakat bingung," ujarnya lagi.

Baca juga: Grafik Sirekap Disetop, Jubir Timnas Anies-Muhaimin: KPU Jangan Terus Buat Masyarakat Bingung

Menurut Billy, langkah tiba-tiba itu menunjukkan bahwa KPU sama sekali tidak siap dalam mewujudkan transparansi hasil pemilu.

"Tentu patut diduga juga hal tersebut menunjukkan ketidaksiapan dan ketidaktransparan manajemen sistem informasi KPU. Serta, ketidakamanan sistem informasi dari ancaman serangan siber ataupun alasan terselubung lainnya," kata Billy.

Sementara, Juru Bicara Timnas Anies-Muhaimin lainnya, Angga Putra Firdian, menilai, dihapusnya grafik rekapitulasi Sirekap akan menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat. Menurut Angga, kecurigaan itu semakin besar setelah terjadi lonjakan suara partai tertentu beberapa hari terakhir.

"Hilangnya grafik data sirekap tentu akan menimbulkan kecirugaan, apalagi ada lonjakan suara partai tertentu beberapa hari yang lalu dan juga ditemukan banyak ketidaksinkronan data Sirekap dan data C1, hal ini malah menimbulkan pertanyaan banyak pihak," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (6/3/2024).

Sebab itu, Angga menilai, harus ada keterbukaan informasi yang jelas terkait masalah Sirekap yang sejak diluncurkan terus menuai kontroversi ini. Jangan sampai Sirekap jadi bagian alat informasi yang digunakan untuk menggiring opini suara partai tertentu.

"Apakah algoritmanya salah, apakah hal-hal lain berkaitan dengan teknologi atau hal lain berkaitan dengan manusia itu harus disampaikan ke publik secara transparan," tandasnya.

Spekulatif

Partai Demokrat turut mengkritik langkah KPU. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan, data perolehan suara hasil Pemilu 2024 semestinya dapat diakses publik, demi memastikan akuntabilitas penyelenggara pemilu.

"Yang namanya data itu seharusnya bisa diikuti dengan baik secara terbuka, itu juga bentuk sebagai bentuk check and balance akuntabilitas penyelenggara pemilu," kata AHY di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (7/3/2024).

AHY berpandangan, data yang ditampilkan di Sirekap KPU semestinya menjadi referensi bagi masyarakat untuk mengawal rekapitulasi suara. Oleh sebab itu, ia menekankan bahwa permasalahan Sirekap seharusnya dapat dibenahi sejak awal, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

"Para calon anggota legislatif juga bisa lebih tenang karena kalau karut marut datanya tidak sesuai, katakanlah yang ditemukan yang dihitung di lapangan (berbeda) dengan yang ditampilkan di Sirekap misalnya, maka akan menimbulkan kecurigaan," ujar AHY

Terpisah, Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan, KPU harus memberi penjelasan terkait ini supaya tidak menimbulkan kecurigaan publik.

"Kami membutuhkan keterangan dari KPU supaya tidak menjadi spekulasi publik," ujar Herman saat dimintai konfirmasi, Rabu (6/3/2024).

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).Dok. Kementerian ATR/BPN Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Herman menyebut, KPU mestinya menyiapkan Sirekap dengan baik jauh hari sebelumnya, Tak terkecuali, menggunakan teknologi yang canggih agar tidak banyak mengalami kendala.

"Teknologi informasi itu harus handal dan eksklusif. Dan untuk kepentingan publik yang sangat luas harus disiapkan betul dengan baik. Semoga ke depan akan semakin baik," katanya.

Sejalan dengan itu, Partai Perindo menilai, langkah KPU menghentikan grafik rekapitulasi Sirekap berpotensi memperbesar kecurigaan publik.

"Ketika Sirekap di-take down justru ini menimbulkan kegaduhan di sana-sini dan menimbulkan kecurigaan yang tinggi," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perindo Ahmad Rofiq saat dikonfirmasi, Rabu (6/3/2024).

Rofiq menilai, langkah KPU itu kian membuka peluang terjadinya permainan liar dalam proses perhitungan suara. Selain itu, menurut Rofiq, masyarakat juga tidak lagi bisa memantau perkembangan perhitungan suara.

"Pemilu yang penuh dengan kebrutalan ini seharusnya KPU semakin menunjukkan prosesnya dengan penuh transparansi," ujar dia.

Baca juga: Soal Grafik Sirekap Disetop, AHY: Data Harusnya Bisa Diikuti secara Terbuka

Audit forensik

Sejumlah pihak pun mendorong supaya dilakukan audit forensik terhadap Sirekap. Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni menilai, dihentikannya grafik rekapitulasi Sirekap menunjukkan bahwa ada banyak persoalan di internal KPU.

“Ya karena banyak masalah, mestinya KPU itu berinisiatif untuk mengaudit forensik sistemnya,” ujar Sahroni di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Menurut Sahroni, audit forensik harus dilakukan oleh lembaga yang kredibel. Ia juga mendorong KPU melibatkan tiga kubu capres-cawapres peserta Pemilu 2024 dalam proses audit.

“Libatkan tiga paslon, timnya itu untuk juga ikut serta mengaudit alat-alat yang memang dianggap janggal. Lah, kenapa sekarang tiba-tiba disetop grafiknya, itu kan berarti ada problem,” ucap Sahroni.

Sahroni menyebutkan, problem grafik Sirekap ini memicu pertanyaan publik terkait perolehan suara salah satu partai politik peserta Pemilu 2024 yang tiba-tiba melonjak. Menurutnya, menyetop grafik rekapitulasi Sirekap tak menyelesaikan persoalan.

“Tidak cukup, audit forensik lebih baik. Why? Kalau memang enggak ada apa-apa ya audit saja,” imbuh Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

Nasional
Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com