Faktor kedua, kata Nyarwi, PSI belum mampu menarik suara konstituen dari keberadaannya di dalam pemerintahan Jokowi.
Hal itu juga dipengaruhi oleh banyaknya parpol besar yang saat ini bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju.
Apalagi, posisi kader PSI di kabinet hanya sebagai wakil menteri. Posisi ini membuat PSI tidak mempunyai pengaruh cukup kuat untuk publik jika dibandingkan parpol lain yang kadernya menduduki kursi menteri.
“Ya, fisibilitas PSI di pemerrintah kan tidak menonjol dan gabungnya PSI sebagai partai pendukung Jokowi kan belum lama jika dibandingkan dengan Jokowi berkuasa, dia baru beberapa tahun, belum lama,” ujar Nyarwi.
Baca juga: Suara PSI di Bantaeng Dikoreksi, Awalnya 3.862, Berubah Jadi 1.986
Terakhir, Nyarwi menilai PSI tidak mendapatkan efek ekor jas cukup besar dari dukungannya pada calon presiden (capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto.
Salah satu penyebabnya, pada Pilpres 2019, PSI menjadi salah satu parpol yang paling keras mengkritik Prabowo yang kala itu menjadi rival Jokowi.
“Ya itu bisa saja, artinya kan walaupun PSI di pilpres mendukung Prabowo. Tapi, belum tentu juga para pendukung Prabowo kemudian melihat PSI sebagai pendukung Prabowo,” ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.