Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Sebut Lonjakan Suara PSI Tak Lazim, Bisa Bikin Rakyat Tak Percaya KPU

Kompas.com - 04/03/2024, 18:56 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Analis sosial politik, Karyono Wibowo menilai lonjakan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang tercatat dalam sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum tidak wajar.

Berdasarkan data yang ditampilkan di situs https://pemilu2024.kpu.go.id/, awalnya suara PSI berada di angka 2,86 persen atau 2.171.907 suara pada Kamis (29/2/2024) pukul 10.00 WIB.

Namun, suara PSI melonjak menjadi 3,13 persen atau 2.402.268 suara pada Sabtu (2/3/2024) pukul 15.00 WIB.

Karyono Wibowo menilai lonjakan suara yang terjadi dalam waktu relatif singkat itu tak lazim karena total suara yang masuk ke Sirekap sudah di atas 65 persen. 

"Jika melihat pola loncatnya tidak lazim karena data masuk ke data real count KPU sudah mencapai 65,8 persen,” ujar Karyono dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.com, Minggu (3/3/2024) petang.

Baca juga: Suara PSI Cilegon Melonjak di Sirekap, KPU Pastikan Formulir C Tetap Jadi Acuan

Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) ini mengatakan, jika data sudah masuk 65 persen ke atas, pola volatilitasnya tidak akan sedrastis suara PSI.

Oleh karena itu, ia menilai wajar apabila banyak pihak yang mempertanyakan lonjakan suara PSI.

Ia pun mengatakan bahwa lembaga survei dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI wajib diaudit apabila perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menembus 4 persen.

Karyono menyebutkan, apabila PSI lolos ambang batas parlemen, berarti ada yang tidak beres dari data tersebut.

“Jika nanti benar terjadi suara PSI mencapai ambang batas 4 persen, bisa menimbulkan kekacauan dan rakyat tidak percaya kepada lembaga survei dan KPU,” ujar Karyono 

Baca juga: Indikasi Penggelembungan Suara PSI, Bawaslu: Masih Kami Cermati

Karyono mengungkapkan, sejauh ini, hasil hitung cepat atau quick count selalu presisi.

Hal ini karena selisih antara hasil penghitungan KPU dengan quick count sangat tipis, antara 0,1 sampai 1 persen.

Jika merujuk data quick count dari sejumlah lembaga survei, PSI diprediksi tidak lolos parlemen karena perolehan suaranya di kisaran 2,6 sampai 2,8 persen.

Sementara itu, margin error 1 persen dengan sampel 3.000 tempat pemungutan suara (TPS).

“Perolehan suara PSI versi quick count paling tinggi 2,8 persen, katakanlah naik 1 persen itu baru 3,8 persen, jadi tidak sampai 4 persen,” kata Karyono.

Baca juga: KPU: Tidak Ada Penggelembungan Suara PSI

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membantah adanya penggelembungan suara untuk perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam Pileg DPR RI 2024.

Melonjaknya publikasi suara PSI di dalam situs pemilu2024.kpu.go.id disebut akibat kesalahan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang bukan merupakan dasar yang sah untuk penghitungan suara.

"Tidak ada terjadi penggelembungan suara, yang ada adalah ketidakakuratan teknologi OCR (optical character recognition) dalam membaca foto formulir model C.HASIL plano. Di sini pentingnya peran serta aktif pengakses Sirekap untuk menyampaikan telah terjadinya ketidakakuratan tersebut," kata anggota KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com, Senin (4/3/2024).

"Sejak awal, sesuai rekomendasi Bawaslu, bahwa Sirekap harus diakurasi datanya sesuai data formulir model C.Hasil plano dan data itu sedang dalam proses akurasi. Sekali lagi kami sampaikan bahwa hasil resmi perolehan suara peserta pemilu itu berdasarkan rekapitulasi yang dilakukan secara berjenjang," jelas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com