Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSI Butuh Lebih dari Sekadar Jokowi untuk Lolos ke DPR RI

Kompas.com - 07/03/2024, 06:15 WIB
Tatang Guritno,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menjadi sorotan karena perolehan suaranya pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 dianggap melonjak tajam berdasarkan hasil penghitungan resmi atau real count dalam Sirekap Komisi Pemilihan Umum (KPU) beberapa waktu belakangan ini. 

Meski begitu, anggota KPU Idham Holik menampik jika ada penggelembungan suara untuk partai politik (parpol) yang dipimpin putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep itu.

Holik menyatakan, penambahan suara PSI yang begitu signifikan akibat kesalahan hitung Sirekap yang tak akurat membaca foto formulir model C. Hasil Plano.

Baca juga: Pembelaan PSI di Tengah Tudingan Kenaikan Suara Tak Wajar

Bahkan, situasi ini akhirnya membuat KPU memutuskan tak lagi menampilkan grafik diagram perolehan suara pada Sirekap sejak Rabu (6/3/2024).

Berdasarkan data dari diagram Sirekap Senin (4/3/2024), PSI baru memperoleh 3,13 persen dari total suara sah Pileg 2024 yang masuk sebesar 65,86 persen.

Situasi itu menunjukan perolehan suara PSI masih cukup jauh untuk menembus ambang batas parlemen atau parlementiary threshold yang menurut Undang-Undang Pemilu disepakati berada di angka 4 persen.

Dipimpin Kaesang, disukai Jokowi

PSI menjadi salah satu parpol yang mewarnai dinamika jelang Pemilu 2024. Hal itu dimulai dengan dua kejutan.

Pertama, Kaesang yang resmi menjadi bagian dari rombongan Grace Natalie, Cheryl Tanzyl, Raja Juli Antoni dan lain sebagainya.

Baca juga: Sirekap Pileg 2024 KPU Data 65,9 Persen: PDI-P Masih Tertinggi, PSI 3,12 Persen

Ia menerima kartu tanda anggota (KTA) PSI pada 23 September 2023.

Kejutan berikutnya muncul setelah dua hari berikutnya, Kaesang dinobatkan menjadi Ketua Umum PSI menggantikan Giring Ganesha.

Momen itu berlangsung dalam forum Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) PSI di Djakarta Theater, Jakarta, 25 September 2023.

“Ketua baru kita, Bro Kaesang Pangarep. Kita sambut dengan tepuk tangan dong,” teriak Cheryl di depan ratusan kader yang hadir.

Kaesang yang selalu mengumandangkan narasi politik santun dan santuy itu pun mengaku sudah mengantongi restu dari Jokowi.

“Terus terang, saya masuk ke politik itu salah satu inspirasinya ya Bapak saya sendiri," sebut dia dalam pidato perdananya sebagai Ketua Umum PSI.


Kemudian, 11 hari jelang Pemilu 2024 berlangsung, tepatnya pada 3 Februari 2024, Jokowi ikut makan malam bersama dengan kader PSI di Bandung, Jawa Barat.

Kala itu, Kaesang mengaku mendapatkan wejangan khusus dari ayahnya.

Jokowi juga mengaku telah lama menyukai PSI, bahkan sebelum anak bungsunya memimpin parpol yang berdiri 16 November sepuluh tahun lalu.

“Yang pertama, saya sudah sejak dahulu senang dengan PSI,” kata Jokowi.

Ia menganggap PSI merupakan parpol yang menampung banyak kader anak muda dan cukup vokal memperjuangkan aspirasi di kancah politik Tanah Air.

“Juga berani bersuara, itu saya senang,” ucap dia.

Jokowi saja tak cukup

Pakar Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menilai, hasil perolehan suara PSI sampai saat ini menunjukan peran Jokowi saja tak cukup untuk membuat parpol itu melenggang lolos ke Senayan.

Menurut dia, ada sejumlah faktor yang membuat raihan suara PSI pada Pileg 2024 belum mencapai ambang batas parlemen.

Pertama, basis akar rumput PSI yang belum cukup kuat. Ia menjelaskan, pileg lebih kompleks ketimbang pilpres, sehingga mengandalkan popularitas Kaesang saja tak cukup.

“Mungkin ya, tadi yang disebut Kaesang sebagai public figure, masuknya Kaesang sebagai ketua umum kan belum lama juga dan untuk pileg saya kira kan beda dengan pilkada atau pilpres,” tutur Nyarwi pada Kompas.com, Kamis (7/3/2024).

Baca juga: Dugaan Penggelembungan Suara PSI, Menko Polhukam: Masih Diduga, Harus Dibuktikan

Meski punya Kaesang sebagai nakhoda di tingkat pusat, PSI dianggap belum punya banyak tokoh berpengaruh di tingkat daerah.

Padahal, salah satu yang bakal mempengaruhi konstituen adalah pengaruh tokoh-tokoh di akar rumput.

“Menurut saya, basis akar rumput, itu memang perlu. Betul bahwa akses pada internet dan sosial media terus meningkat, tapi kalau kita lihat dengan banyaknya para tokoh yang terbaru misalnya dalam pileg, tentu membutuhkan model-model kampanye yang saling melengkapi,” papar dia.

“Sosial media penting tapi kan tidak cukup, dia harus dilengkapi dengan model-model sosialisasi dan kampanye yang saya kira interpersonal ke kelompok,” ucap dia.

Ia juga melihat bahwa PSI belum dilengkapi dengan para calon legislatif (caleg) yang memiliki pengaruh cukup luas dan kuat di masyarakat.

“Pileg itu kan referensinya figur-figur caleg ya selain partai dan kehadiran atau keberadaan partai itu saya kira butuh waktu. Daya jangkau PSI saya kira masih cukup lemah di sana,” kata dia.

Baca juga: Ditemukan Surat Suara Bertuliskan “Maling” di TPS Kaesang

Faktor kedua, kata Nyarwi, PSI belum mampu menarik suara konstituen dari keberadaannya di dalam pemerintahan Jokowi.

Hal itu juga dipengaruhi oleh banyaknya parpol besar yang saat ini bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju.

Apalagi, posisi kader PSI di kabinet hanya sebagai wakil menteri. Posisi ini membuat PSI tidak mempunyai pengaruh cukup kuat untuk publik jika dibandingkan parpol lain yang kadernya menduduki kursi menteri.

“Ya, fisibilitas PSI di pemerrintah kan tidak menonjol dan gabungnya PSI sebagai partai pendukung Jokowi kan belum lama jika dibandingkan dengan Jokowi berkuasa, dia baru beberapa tahun, belum lama,” ujar Nyarwi.

Baca juga: Suara PSI di Bantaeng Dikoreksi, Awalnya 3.862, Berubah Jadi 1.986

Terakhir, Nyarwi menilai PSI tidak mendapatkan efek ekor jas cukup besar dari dukungannya pada calon presiden (capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto.

Salah satu penyebabnya, pada Pilpres 2019, PSI menjadi salah satu parpol yang paling keras mengkritik Prabowo yang kala itu menjadi rival Jokowi.

“Ya itu bisa saja, artinya kan walaupun PSI di pilpres mendukung Prabowo. Tapi, belum tentu juga para pendukung Prabowo kemudian melihat PSI sebagai pendukung Prabowo,” ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com