Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sengkarut Persoalan Pemilu di Kuala Lumpur: DPT Bodong, PPLN Tersangka, Diulang tapi Terancam Batal

Kompas.com - 06/03/2024, 07:58 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelenggaraan Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia, kembali bermasalah. Padahal, sudah jauh-jauh hari potensi kerawanan di ibukota politik Malaysia itu dipetakan. 

Bawaslu bahkan telah menempatkan Kuala Lumpur sebagai kawasan paling rawan di dalam indeks kerawanan pemilu luar negeri.

Bukan tanpa sebab Bawaslu mengambil keputusan ini.

Pada 2019, dua hari sebelum pencoblosan, KPU dan Bawaslu digemparkan dengan temuan 5 karung goni dan beberapa tas berisi surat suara yang seharusnya dikirim via pos sudah tercoblos di depan ruko di Selangor.

Baca juga: Pemilu Ulang, KPU Tetapkan Pemilih di Kuala Lumpur Hanya 13,9 Persen DPT Awal

Meski telah terpetakan kerawanannya, namun berbagai langkah antisipasi yang telah disiapkan justru tak berjalan maksimal.

Beragam temuan

Di dalam pelaksanaannya, Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur menyelenggarakan proses pemungutan suara dengan berbagai metode, yaitu via pos, kotak suara keliling, dan TPS.

Pemilu via pos dinilai menjadi metode pemungutan suara yang paling rawan.

Pada awal 2024, sempat viral video yang menunjukkan sejumlah orang mencoblosi banyak surat suara via pos untuk pilpres dan pileg.

Baca juga: KPU Minta Bantuan Jokowi agar Bisa Gelar Pemilu Ulang di Kuala Lumpur

KPU dan Bawaslu pun menggandeng atase kepolisian guna mengusut kasus ini, tapi hingga kini belum menemukan titik terang.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari juga mengungkap keanehan di dua tempat Puchong, yang notabene masuk wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur.

Pertama, ada kantor pos di wilayah tersebut, ujar Hasyim, yang menerima hantaran karung berisi surat suara "dari pemilih".

Padahal, surat-surat suara itu telah dikirim oleh kantor pos ke alamat masing-masing pemilih yang tertera di amplopnya.

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja (kiri) dan Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari di kantor KPU RI setelah rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan perolehan suara luar negeri Pemilu 2024, Senin (4/3/2024).KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja (kiri) dan Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari di kantor KPU RI setelah rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan perolehan suara luar negeri Pemilu 2024, Senin (4/3/2024).

Pemilih, seharusnya, akan mencoblos surat suara itu dan mengirimnya balik melalui pos. Sehingga, kantor pos semestinya menerima surat suara itu satu persatu, bukan karungan.

"Pertanyaannya, kok bisa ada orang bawa karung tulisannya pos Malaysia, isinya surat suara pos, diantar ke situ?" kata Hasyim, Selasa (27/2/2024).

Kedua, kata Hasyim, peristiwa seseorang memakai seragam pos Malaysia, mengantar karung pos Malaysia yang isinya juga surat suara yang sebagian telah dicoblos.

"Ini kan keanehan-keanehan dan anomali, kenapa surat suara dalam karung pos Malaysia bisa di luar dan dipegang di dalam penguasaan pihak yang tidak berwenang?" ungkapnya.

Baca juga: Rekapitulasi Suara Luar Negeri Selesai, Tinggal Kuala Lumpur yang Pemilu Ulang

Dua peristiwa di atas menunjukkan kejanggalan dalam distribusi surat suara pos di sana. Padahal, seandainya alamat pemilih tidak jelas, seharusnya surat suara pos itu berstatus "return to sender" ketika dikirim.

Lembaga pemantau pemilu, Migrant CARE, juga menemukan kotak pos di sejumlah apartemen yang banyak dihuni oleh pemilih Indonesia, tidak terjaga sama sekali.

Mereka menduga celah ini dimanfaatkan oleh semacam sindikat pedagang surat suara yang bekerja secara tim, terbagi jaringannya di banyak wilayah, serta memanfaatkan lemahnya pengawasan.

Apalagi, panitia pengawas luar negeri (panwas LN) tak punya pengawas pos.

Baca juga: Lewat Batas Waktu, KPU Sebut Pemilu Ulang Kuala Lumpur Kategori Luar Biasa

"Ini lah yang dimanfaatkan oleh pedagang-pedagang surat suara itu tadi. Mereka memang sengaja mencari dari kotak pos satu, ke kotak pos yang lainnya, akhirnya dari satu, dua, 9, 10 sampai terkumpul banyak (surat suara)," ungkap staf Migrant CARE, Muhammad Santosa, dalam jumpa pers di kantor Bawaslu RI, Selasa (20/2/2024).

Surat suara terkumpul bakal dilego ke peserta pemilu yang membutuhkan suara.

Modus ini, ujar Santosa, bukan barang baru. Oleh sebab sangat rendahnya akuntabilitas, Migrant CARE mendesak agar pemungutan suara melalui pos dihapuskan untuk pemilu selanjutnya.

"Misalkan si caleg membutuhkan sekian ribu, sekian ratus, di situ lah tarik-menarik harga sekian ringgit itu terjadi. Misalnya 1.000 surat suara dari Malaysia nih, lalu pedagang susunya 'oke saya kasih 1 surat suara 25 ringgit atau satu suara 50 ringgit'," ungkap Santosa.

Baca juga: Polri Sidik Dugaan Penambahan Jumlah Pemilih Pemilu di Kuala Lumpur

Buruknya pendataan pemilih

Rendahnya akuntabilitas pengiriman surat suara via pos bercampur dengan buruknya pendataan pemilih di sana.

Dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh PPLN Kuala Lumpur pada 2023 lalu, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dicoklit dari total sekitar 490.000 orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri yang perlu dicoklit.

Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif hingga 18 orang.

Bawaslu bahkan menyampaikan, ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seyogianya dikirim untuk pemilih via pos.

Baca juga: KPU Periksa PPLN Kuala Lumpur yang Dinonaktifkan

Sejauh ini, Bareskrim Polri telah menetapkan ketua dan anggota PPLN Malaysia sebanyak 7 orang sebagai tersangka dugaan pidana pemilu karena sengaja memanipulasi DPT. Mereka sebelumnya juga telah dinonaktifkan sementara oleh KPU RI.

Bodongnya pemutakhiran daftar pemilih ini tampak wujudnya ketika pemilu digelar. Hanya segelintir orang di dalam DPT yang mencoblos pada hari pemungutan suara.

Jumlah pemilih DPT bahkan kalah banyak dibandingkan jumlah daftar pemilih tambahan (DPTb) dan daftar pemilih khusus (DPK).

Baca juga: KPU Rencanakan Pemilu Ulang di Kuala Lumpur pada 9-10 Maret 2024

Pemilih DPTb yaitu mereka yang sebelumnya terdaftar di DPT tempat lain. Sementara itu, pemilih DPK yakni yaitu mereka yang tidak terdaftar di dalam DPT tetapi akhirnya ikut mencoblos berbekal dokumen administrasi kependudukan. Berikut datanya:

1. Pemilu via TPS: 24.377 pemilih

- DPT: 2.264 pemilih dari 222.945 orang terdaftar (10,1 persen DPT)

- DPTb: 5.117 pemilih (2,3 kali lipat DPT)

- DPK: 16.996 pemilih (7,5 kali lipat DPT)

2. Pemilih via kotak suara keliling (KSK): 30.263 orang

- DPT: 903 pemilih dari 67.946 orang terdaftar (0,0013 persen DPT)

- DPTb: 2.051 pemilih (2,3 kali lipat DPT)

- DPK: 27.309 pemilih (30,2 kali lipat DPT)

3. Pemilih via pos: 23.360 orang

- Return to sender/tak sampai ke alamat tujuan: 81.243 surat suara dari 156.367 orang terdaftar (52 persen DPT)

- Terkirim ke pemilih, tapi tak terkirim balik ke pos: 51.364 surat suara (32,8 persen DPT)

- Tercoblos dan terkirim balik ke pos: 23.360 surat suara (15 persen DPT)

Baca juga: 88 Persen Pemilih Tak Tercoklit, Bawaslu-KPU Rapat Bahas Pemilu Ulang di Kuala Lumpur

Pemilu diulang, terancam tak terselenggara

Atas sengkarut persoalan ini, Bawaslu merekomendasikan agar suara dari pos dan KSK tidak dihitung dan KPU harus menggelar pemungutan suara ulang (PSU) untuk para pemilih yang sebelumnya terdaftar mencoblos via 2 metode itu di Kuala Lumpur.

Bawaslu juga meminta KPU mengulang tahapan pemilu di Kuala Lumpur dimulai dengan pemutakhiran ulang daftar pemilih.

Namun, karena mepetnya waktu lantaran rekapitulasi penghitungan suara sudah harus beres 20 Maret 2024, pemutakhiran ulang daftar pemilih di Kuala Lumpur tidak menggunakan proses coklit.

Pemutakhiran hanya dilakukan dengan menyisir validitas 78.000 orang yang sebelumnya telah menggunakan hak pilih di metode TPS, KSK, dan pos.

Baca juga: KPU Rencanakan Pemilu Ulang di Kuala Lumpur Tanpa Metode Pos

Data 78.000 orang ini disisir dengan mengeluarkan pemilih dengan alamat tidak jelas, terdaftar ganda di DPT lain, serta memiliki NIK/paspor yang tidak valid.

Hasil penyisiran itu, ditemukan hanya 62.217 pemilih di Kuala Lumpur yang dinilai memenuhi syarat ikut PSU atau cuma 13,9 persen dari DPT sebelumnya sebanyak 447.258 pemilih.

Akan tetapi, PSU ini juga terancam tak terselenggara.

Pemerintah Malaysia menerbitkan Nota Diplomatik Nomor KLN 6/2024/M pada 23 Februari 2024 lalu.

Dalam beleid itu, kegiatan politik harus mendapatkan izin dari Pemerintah Malaysia dengan dua kategori:

a. apabila dilaksanakan di dalam wilayah perwakilan RI di Malaysia, izin harus diajukan paling lambat 3 bulan sebelum;

b. apabila dilaksanakan di luar wilayah perwakilan RI di Malaysia, izin harus diajukan paling lambat 6 bulan sebelum.

Baca juga: Migrant Care Laporkan Uya Kuya ke Bawaslu, Diduga Kampanye di TPS Kuala Lumpur

Hasyim pun mengakui pihaknya meminta arahan dan bantuan langsung oleh Presiden Joko Widodo terkait masalah ini untuk melakukan "pembicaraan tingkat tinggi".

Sebab, berdasarkan UU Pemilu, KPU harus menetapkan hasil pemilu paling lambat 35 hari sejak pemungutan suara, atau pada 20 Maret 2024 nanti.

"Saya yakin, optimistis," jawab dia ketika ditanya antisipasi KPU bila lobi tak berhasil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang Akibar Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang Akibar Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Nasional
DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

Nasional
Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nasional
Prabowo Nilai Gaya Militeristik Tak Relevan Lagi, PDI-P: Apa Mudah Seseorang Berubah Karakter?

Prabowo Nilai Gaya Militeristik Tak Relevan Lagi, PDI-P: Apa Mudah Seseorang Berubah Karakter?

Nasional
Hadir di Dekranas Expo 2024, Iriana Jokowi Beli Gelang dan Batik di UMKM Binaan Pertamina

Hadir di Dekranas Expo 2024, Iriana Jokowi Beli Gelang dan Batik di UMKM Binaan Pertamina

Nasional
Jokowi Ucapkan Selamat ke PM Baru Singapura Lawrence Wong

Jokowi Ucapkan Selamat ke PM Baru Singapura Lawrence Wong

Nasional
Seputar Penghapusan Kelas BPJS dan Penjelasan Menkes...

Seputar Penghapusan Kelas BPJS dan Penjelasan Menkes...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com