JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyampaikan rekomendasi pemungutan suara ulang untuk metode pos dan kotak suara keliling (KSK) di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Dan tidak dihitungnya hasil pemungutan suara dengan metode post dan KSK di seluruh wilayah Kuala Lumpur," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam jumpa pers, Rabu (14/2/2024).
Ia mengatakan, hal itu merupakan hasil rekomendasi Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri (Panwaslu LN) Kuala Lumpur, setelah menemukan dugaan pelanggaran administrasi pemilu.
Baca juga: Proses Pemungutan Suara di Kuala Lumpur Sempat Tak Terkendali, Ini Penyebabnya
Bawaslu menyatakan, pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur harus didahului dengan pelaksanaan pemutakhiran daftar pemilih untuk metode pos dan KSK.
Pemutakhiran daftar pemilih via pos dan KSK ini diminta tidak menyertakan pemilih yang telah memberikan suara melalui TPS, guna menghindari terjadinya pemilih mencoblos dua kali.
Pendataan bermasalah
Bawaslu menemukan rangkaian masalah serius dalam pendataan pemilih di Kuala Lumpur yang berakibat pada integritas pemungutan suara via pos dan KSK.
Bagja mengatakan, panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) hanya 12 persen orang Indonesia, dari Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri, yang menjadi sasaran pencocokan dan penelitian (coklit) pemutakhiran daftar pemilih.
"Terdapat 18 pantarlih fiktif yang tidak pernah berada di Kuala Lumpur," ujarnya.
"Kemudian, (ada) pergeseran 50.000 pemilih TPS menjadi (pemilih via) KSK, tanpa didahului analisis detail daya pemilihnya," lanjut Bagja.
Ia juga menyebut, terjadi lonjakan pemilih dengan metode pos meskipun proses coklit hanya dilakukan terhadap 12 persen dari DP4.
"Kemudian, terdapat penambahan pemilih yang dilakukan oleh KPPS LN yang berdasarkan arahan penanggung jawab pos PPLN Kuala Lumpur," jelas Bagja.
Baca juga: WNI yang Mau Nyoblos di Kuala Lumpur Membeludak, Ratusan Ribu Orang Tak Masuk DPT
Rangkaian peristiwa tersebut membuat pelaksanaan pemungutan suara metode pos menjadi bermasalah akibat banyak pos yang tidak sampai kepada pemilih.
Hal ini berhubungan dengan viralnya video nyaris 2.000-an surat suara di Kuala Lumpur, yang seharusnya ditujukan untuk pemilih via pos, dicoblos oleh beberapa orang.
"Kami harus berhubungan dengan polisi di Malaysia untuk mengungkap identitas orang yang menguasai ribuan surat suara pos," ujar Bagja.