Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhamad Rosyid Jazuli
Peneliti

Peneliti di Paramadina Public Policy Institute, mahasiswa doktoral University College London, dan Pengurus PCI Nahdlatul Ulama UK.

Kemenangan Prabowo dan Menguatnya Loyalitas Politik Berbasis Misi

Kompas.com - 29/02/2024, 09:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BANYAK pihak telah menerima, tapi pada saat yang sama, merasa tak percaya atas kemenangan satu putaran Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dalam Pilpres 2024 lalu.

Para pengamat telah mencoba menjelaskan fenomena tersebut dari berbagai perspektif. Meramaikan pembahasan yang ada, tulisan ini berusaha membedah kemenangan tersebut dari sudut pandang kesetiaan atau loyalitas politik.

Pergeseran arah politik

Secara konseptual, keberhasilan suatu negara bergantung pada kinerja partai-partai politik di dalamnya.

Keberlanjutan dan kesuksesan partai-partai ini secara umum bergantung pada kesetiaan luar biasa dari individu-individu atau kader-kadernya (Muirhead, 2013).

Namun, bekerja di arena politik agaknya penuh ketidakpastian. Insentif dan kompensasi dalam politik seringkali tak berstandar dan tanpa gaji tetap.

Karenanya ketahanan mental dan kesetiaan adalah aset penting untuk meraih kesuksesan dalam politik.

Di Indonesia, sebaliknya, pergeseran arah dan pilihan politik menjadi semakin umum, tak hanya di kalangan politisi, tapi juga pada level partai. Fenomena ini makin kentara menjelang pemilu 2024 lalu, setidaknya pada dua level: institusi dan individu.

Di level institusi, berbagai koalisi politik pecah, khususnya ketika berbagai partai mengubah preferensi politik mereka.

Awalnya sejalan, Golkar dan PPP akhirnya berpisah. Begitu juga Gerindra dan PKB; dulunya hampir tak terpisahkan, sekarang berada di koalisi berbeda.

PSI, awalnya sejalan dengan Ganjar Pranowo, beralih mendukung Prabowo.

Pada tingkat individu, dinamikanya tak kalah intens. Anies Baswedan, yang dulunya sejalan dengan Partai Gerindra, kini erat terkait dengan Partai Nasdem.

Kader yang terkenal loyal dari PDIP seperti Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait akhirnya meninggalkan partainya.

Tokoh politik senior Golkar, Jusuf Kalla memilih mendukung Anies, meskipun partainya memberikan dukungan penuh kepada Prabowo.

Paling mencolok, Presiden Joko Widodo, yang dikabarkan mendukung Ganjar pada awalnya, beralih mendukung Prabowo pada akhirnya.

Jika kesetiaan politik adalah kunci untuk mencapai keberhasilan pembangunan negara, inkonsistensi dari berbagai entitas politik di atas tampak sangat tidak bijaksana.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com