Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Status Tersangka Helmut Hermawan Tak Sah, Hakim: KPK Berpotensi Salah Gunakan Wewenang

Kompas.com - 27/02/2024, 17:26 WIB
Irfan Kamil,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Tumpanuli Marbun menyatakan penetapan tersangka Direktur PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah.

Hal itu disampaikan Hakim setelah mempertimbangkan bukti-bukti yang disampaikan Helmut Hermawan dalam gugatan praperadilan melawan penetapan tersangka Komisi Antirasuah.

Menurut Hakim, tindakan KPK menetapkan Helmut sebagai tersangka saat baru mengeluarkan surat perintah Penyidikan (Sprindik) nomor Sprin.Dik/146/DIK.00/01/11/2023 Tanggal 24 November 2023 bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang KPK itu sendiri.

Baca juga: Putusan Praperadilan Helmut Hermawan Digelar, Akankah Lolos dari Jerat KPK?

“Karena penetapan tersangka adalah produk atau hasil dari proses penyidikan sedangkan terbitnya sprindik sebagai awal lahirnya wewang penyidik untuk melakukan penyidikan,” kata Hakim Tumpanuli Marbun dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/2/2024).

“Jadi terbitnya sprindik sekaligus penetapan tersangka tersebut di samping tidak sah karena bertentangan dengan hukum acara pidana perbuatan tersebut berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang,” kata Hakim.

Adapun gugatan dengan nomor perkara 19/Pid. Prap/2024/PN.JKT.SEL dilayangkan lantaran Helmut tidak terima ditetapkan sebagai tersangka suap terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.

Hakim berpandangan, KPK belum memiliki setidaknya dua alat bukti yang salah dalam menetapkan Helmut Hermawan sebagai tersangka. Terlebih Komisi Antirasuah ini menjadikan Helmut sebagai tersangka yang kemudian baru dilanjutkan dengan pencarian alat bukti.

“Menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai hukum mengikat,” kata Hakim.

Baca juga: Gugat KPK, Helmut Hernawan Klaim Tak Pernah Ada Suap ke Eddy Hiariej

Dalam gugatannya, petinggi perusahaan tambang itu menilai, KPK selaku termohon telah melanggar prosedur KUHAP dalam proses penyidikan.

Kubu Helmut menyatakan, setidaknya ada tiga alasan permohonan praperadilan ini diajukan ke PN Jakarta Selatan. Pertama, KPK disebut menetapkan Hemut Hermawan sebagai tersangka tidak melalui proses penyidikan.

Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Tumpanuli Marbun dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/2/2024).KOMPAS.com / IRFAN KAMIL Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Tumpanuli Marbun dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/2/2024).


“Kenyataannya, pemohon telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka baru kemudian termohon mencari bukti-bukti dan melakukan penyitaan yang berhubungan dengan pemohon,” papar Kuasa Hukum Hermawan Resmen Kadapi dalam gugatannya.

Kedua, Helmut disebut tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka sebagaimana ketentuan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014. Selain itu, KPK disebut tidak memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Direktur PT CLM itu sebagai tersangka.

Menurut Resmen, jika KPK memiliki bukti, seharusnya penyidik dapat menunjukan adanya suap dari Helmut kepada Eddy Hiariej sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Baca juga: Praperadilan Helmut Hermawan Dikabulkan, Status Tersangka KPK Gugur

Baik itu bukti pemberian uang dari untuk kepentingan Helmut di Kemenkumham yang menjadi tugas dan kewenangan seorang Wakil Menteri maupun bukti meeting of main atau kesepakatan penyerahan uang untuk kepentingan hukum di Kemenkumham yang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangan Eddy Hiariej.

“Kami meyakini secara hukum dua bukti yang cukup sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP yang membuktikan pemohon melakukan suap kepada Prof.Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., sebagai wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak pernah ada,” kata Resmen.

Eddy Hiariej menang praperadilan

Diketahui, KPK telah menetapkan Eddy Hiariej dan Helmut sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Kemenkumham pada 7 Desember 2023 lalu.

Tak terima menjadi tersangka, eks Wamenkumham itu lantas mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK ke PN Jakarta Selatan.

Walhasil, status tersangka Guru Besar Hukum Pidana UGM itu telah gugur setelah menang praperadilan di PN Jakarta Selatan pada 30 Januari 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Temuan Menko PMK: Cuma 1-2 PTN yang UKT-nya Mahal, Sisanya Biasa Saja

Temuan Menko PMK: Cuma 1-2 PTN yang UKT-nya Mahal, Sisanya Biasa Saja

Nasional
Menko PMK Dukung Mahasiswa Bayar Kuliah Pakai Pinjol jika Kesulitan Ekonomi

Menko PMK Dukung Mahasiswa Bayar Kuliah Pakai Pinjol jika Kesulitan Ekonomi

Nasional
Duet Anies-Sohibul di Jakarta Tak Bisa Diubah, PKS Klaim Dapat Restu Surya Paloh

Duet Anies-Sohibul di Jakarta Tak Bisa Diubah, PKS Klaim Dapat Restu Surya Paloh

Nasional
Akui Komunikasi dengan Sandiaga, Syaiful Huda PKB: Saya Enggak Tahu Masih di PPP Enggak?

Akui Komunikasi dengan Sandiaga, Syaiful Huda PKB: Saya Enggak Tahu Masih di PPP Enggak?

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Heran Harga Obat Mahal | Polda Sumbar Disorot soal Kasus Afif

[POPULER NASIONAL] Jokowi Heran Harga Obat Mahal | Polda Sumbar Disorot soal Kasus Afif

Nasional
Pengacara Keluarga Sebut Ada Sejumlah Kejanggalan Penanganan Kasus Afif Maulana

Pengacara Keluarga Sebut Ada Sejumlah Kejanggalan Penanganan Kasus Afif Maulana

Nasional
Karyawan Asal Kalimantan Barat Gugat UU Pilkada ke MK, Akui Mau Maju Jadi Calon Wakil Gubernur

Karyawan Asal Kalimantan Barat Gugat UU Pilkada ke MK, Akui Mau Maju Jadi Calon Wakil Gubernur

Nasional
PKB Condong Dukung Bobby Ketimbang Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut

PKB Condong Dukung Bobby Ketimbang Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut

Nasional
Rekaman CCTV di Polsek Tempat Afif Dianiaya Sudah Hilang, Anggota DPR: Siber Mabes Polri Bisa Lakukan Upaya

Rekaman CCTV di Polsek Tempat Afif Dianiaya Sudah Hilang, Anggota DPR: Siber Mabes Polri Bisa Lakukan Upaya

Nasional
PKB Klaim Sandiaga Bersedia Jajaki Pilkada Jabar 2024

PKB Klaim Sandiaga Bersedia Jajaki Pilkada Jabar 2024

Nasional
Cara Pemadanan NIK menjadi NPWP

Cara Pemadanan NIK menjadi NPWP

Nasional
LBH Padang Sebut Pernyataan Polisi Berubah-ubah soal Kasus Afif Maulana

LBH Padang Sebut Pernyataan Polisi Berubah-ubah soal Kasus Afif Maulana

Nasional
DPR Desak Polri Ungkap Kebenaran Terkait Kasus Meninggalnya Afif Maulana

DPR Desak Polri Ungkap Kebenaran Terkait Kasus Meninggalnya Afif Maulana

Nasional
PKB Beri Dukungan ke Sejumlah Bakal Calon Kepala Daerah, Ada Petahana Jambi Al Haris dan Abdullah Sani

PKB Beri Dukungan ke Sejumlah Bakal Calon Kepala Daerah, Ada Petahana Jambi Al Haris dan Abdullah Sani

Nasional
PKB Lirik Sandiaga Uno untuk Maju Pilkada Jabar 2024

PKB Lirik Sandiaga Uno untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com