SEBAGAI bentuk tanggung jawab melaksanakan demokrasi, mencoblos di bilik suara adalah langkah awal membentuk masa depan. Semakin banyak yang berpartisipasi, semakin meningkatkan akuntabilitas pemerintahan.
Hari pemungutan suara adalah titik pijak menentukan nasib bangsa dan negara. Mewujudkan integritas memilih diawali dari Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pilihan hati diwujudkan dengan coblosan di bilik suara yang dijamin rahasia.
Namun, untuk menjadi pemilih faktanya mengalami tantangan yang tidak ringan. Hadir dan mencoblos di TPS untuk membuktikan pilihan termanifestasi di surat suara, tidak hanya mendasarkan pada nurani, tetapi juga intervensi.
Hasil pilihan di surat suara juga berpotensi berubah sejalan dengan proses penghitungan dan rekapitulasi.
Itulah sebabnya partisipasi pemilih sangat tidak cukup hanya dengan datang, mencoblos lalu pergi. Kepastian kemurnian suara wajib dikawal dari hulu hingga hilir.
Panjangnya tahapan pemilihan umum tidak mengurangi perhatian pemilih hingga menjadi hasil akhir.
Apabila terjadi indikasi yang membuat pemilu kurang jurdil, maka segera selesaikan secepat mungkin. Persoalan tidak dibiarkan begitu saja yang pada akhirnya menumpuk di akhir.
Setiap orang yang hadir di TPS sesungguhnya memiliki kemampuan untuk mewujudkan integritas pemungutan dan penghitungan suara.
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) adalah penanggung jawab utama proses perpindahan dari pilihan ke surat suara.
Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) memiliki kewenangan memastikan pemungutan dan penghitungan suara berjalan tanpa pelanggaran.
Saksi sebagai representasi dari peserta pemilu tidak hanya memastikan mendapatkan salinan hasil penghitungan suara saja, tetapi juga saling mengamati satu sama lain sehingga saling mengawasi.
Pemantau pemilu yang memiliki instrumen dan relawan yang disiapkan jauh-jauh hari serta pemilih yang ramai-ramai menghadiri proses pemungutan dan penghitungan suara.
Ada banyak pihak di TPS. Masing-masing pihak memiliki peran untuk meningkatkan kemurnian suara dengan melakukan pencegahan, pengawasan dan penindakan di hari pemungutan suara. Dengan begitu akan semakin banyak aktor yang dapat menahan kecurangan pemilu.
Masa kampanye dipenuhi dengan deretan berita pelanggaran yang tidak secara maksimal ditindak oleh pengawas pemilu.
Peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, kekosongan hukum serta ketentuan yang tidak dapat dilaksanakan menambah perdebatan tanpa ujung dalam penegakan hukum.
Masa tenang menjadi masa paling tidak tenang. Kumpulan pelanggaran menjelang pemungutan suara berseliweran di beranda media sosial.
Para pendukung mengungkap kecurangan. Sementara penegakan hukum berjalan di tempat tanpa ada kelanjutan.
Ungkapan kecurangan pemilu memberikan kesadaran kepada pemilih untuk mempertimbangkan pilihan. Dalam keadaan ini, Pemilu bukan untuk mencari yang terbaik, tetapi mencegah yang buruk berkuasa.
Menuju pemungutan dan penghitungan suara, mengumpulkan pelanggaran dan menyampaikan ke publik tidak menyelesaikan persoalan.
Pilihan peserta pemilu untuk menjemput di ujung dengan mengadukan pelanggaran adalah tindakan penuh keterlambatan.
Menciptakan integritas puncak pemilu perlu dilakukan dari awal hingga akhir, dari yang paling bawah sebelum merembet ke atas.
Cara pandang semua pihak dalam pemungutan dan penghitungan suara di TPS adalah, daripada mengumpulkan pelanggaran lebih baik menyelesaikan persoalan di tempat.
Apabila terjadi dugaan pelanggaran, terdapat mekanisme penyelesaian persoalan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang dapat dimaksimalkan oleh para pihak di TPS.
Pengawas TPS memiliki kewenangan saran perbaikan terhadap pelanggaran prosedur pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara.
Sementara saksi peserta pemilu memiliki kewenangan penyampaian keberatan apabila terdapat hal yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.
Apabila terdapat saran perbaikan dan penyampaian keberatan, KPPS wajib menjelaskan prosedur pelaksanaan pemungutan atau mencocokkan selisih perolehan suara dalam formulir hasil pemungutan dan penghitungan suara. Apabila keberatan diterima, KPPS seketika melakukan pembetulan.
KPPS juga wajib menindaklanjuti saran perbaikan dari Pengawas TPS dan wajib mencatat keberatan Saksi yang diterima sebagai kejadian khusus serta mencatat seluruh kejadian khusus selama pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS pada formulir kejadian khusus atau keberatan.
Keberatan Saksi yang belum atau tidak dapat diterima, dicatat pada formulir kejadian khusus atau keberatan Saksi dan ditandatangani oleh Saksi serta ketua KPPS.
Keberatan yang diajukan terhadap pelaksanaan penghitungan suara di TPS tidak menghalangi pelaksanaan rapat penghitungan suara di TPS.
Itulah proses penyelesaian persoalan yang seringkali tidak digunakan, padahal hal tersebut penting untuk mengurangi proses penindakan pelanggaran pada tahap berikutnya.
Sikap tidak menunggu dan menyelesaikan persoalan dengan cepat dan di tempat semakin mewujudkan integritas proses dan hasil pemilu.
Pada akhirnya, mewujudkan keadilan pemilu wajib diusahakan secara bersama-sama. Dimulai dari memperbaiki kesalahan di tingkat pemungutan suara. Tidak perlu disimpan di laci lalu membuktikannya di Mahkamah Konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.