“Saya lagi cari jawabannya Prof. Mahfud, Saya nyari-nyari di mana jawabannya, kok gak ketemu jawabannya, Saya tanya inflasi hijau kok malah menjelaskan ekonomi hijau”, sebutnya kepada Mahfud.
Bahkan lebih fatal lagi, Gibran yang seolah ingin memberikan penjelasan, nyatanya tak menjelaskan apa itu Greenflation yang ia ajukan ke Mahfud.
“Yang namanya Greenflation atau inflasi hijau itu ya kita kasih contoh yang simple aja, demo rompi kuning di Perancis bahaya sekali sudah memakan korban. Nah ini harus kita antisipasi jangan sampai terjadi di Indonesia, kita belajar dari negara maju," kata Gibran.
Sesuatu yang juga tak menjelaskan konteks Greenflation yang ia kemukakan sendiri. Kemungkinan diksi yang diutarakan itu hanya untuk memperlihatkan kalau ia paham hal-hal baru, tapi yang dipahami pun kelihatannya sebatas di permukaan saja.
Berikutnya saat Gibran menyebut Muhaimin telah mendapatkan atau diberikan contekan dari Tom Lembong, "Co Captain" Timnas Amin yang sejatinya juga bekas Menteri Investasi Joko Widodo.
Gibran juga menggunakan singkatan LFP atau “lithium ferro phosphate”, yang katanya sering digunakan oleh Tom Lembong dalam berbagai kesempatan, sehingga kemudian Gibran meminta Muhaimin menjelaskannya.
Semua itu menjadi semacam strategi atau trik untuk menyerang lawan debat. Gibran terkesan sengaja menggiring perdebatan sehingga teralihkan dari argumen yang lebih substansial ke hal-hal yang justru menunjukan inkonsistensi perilaku.
Keempat, memosisikan diri laksana Jokowi, atau merepresentasikan pemerintah sekarang. Beberapa kali dalam menyampaikan pendapat, Gibran seolah ingin menjadi perpanjang tangan pemerintah Jokowi.
Seperti mengatakan kalau pihaknya sudah membangun pabrik pupuk di Fakfak, Papua untuk menggenjot atau meningkatkan produktivitas petani.
“Kuncinya di sini adalah ekstensifikasi lahan kemarin tahun lalu kita sudah bangun pabrik pupuk di Fakfak kuncinya untuk meningkatakan produktivitas kita harus mengenjot kawasan industri pupuk kita dekatkan pupuknya dengan lahan-lahan pertaniannya," ujar Gibran dalam debat malam itu.
Kata ‘kita’ seolah Gibran yang telah hal melakukan itu, padahal posisinya hanya cawapres, dan tidak etis kemudian mengklaim apa pun yang sudah dilakukan oleh pemerintah sekarang sebagai hasil kinerjanya.
Termasuk saat Gibran mengaku telah ada panen singkong dan jagung di food estate Gunung Mas Kalimantan Tengah, yang kemudian belakangan itu diketahui juga tidak valid informasinya.
"Saya tegaskan sekali lagi, pak. Memang ada yang gagal, tapi ada yang berhasil juga, yang sudah panen, misalnya, di Gunung Mas, Kalteng itu sudah panen jagung, singkong, itu pak. Cek saja nanti intinya, cek saja datanya," jelas Gibran.
Klaim yang disampaikan oleh Gibran bak juru bicara pemerintah, ternyata berbeda dengan fakta yang ditemukan organisasi lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah (Kalteng).
Walhi Kalteng, memang menemukan jagung yang tumbuh di food estate Gunung Mas, tapi merupakan tanaman yang menggunakan medium polybag.
Pastinya, semua itu yang tersaji dalam debat, maupun diskursus pascadebat membuat Gibran menjadi sorotan, meski sentimennya cenderung negatif.
Penampilan Gibran malam itu menunjukan kalau para mentor debat yang melatihnya cukup lihai dalam mengarahkannya dan untuk berstrategi.
Namun sayang, semua itu baru sebatas untuk memenangkan debat. Belum untuk mampu memenangkan hati pemirsa atau penonton, yang banyak di antaranya tentu saja akan turut mempertimbangkan aspek adab dan kesantunan.
Pastinya ini adalah pelajaran berharga, bahwa adab itu jauh lebih penting dan utama, bahkan dibanding ilmu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.