Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Hakim MK, Arsul Sani Pasrah jika Tak Diizinkan Tangani Sengketa Pilpres

Kompas.com - 11/01/2024, 07:40 WIB
Vitorio Mantalean,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim konstitusi terpilih, Arsul Sani, mengaku pasrah jika dirinya tak diizinkan oleh hakim lain untuk terlibat dalam menangani sengketa pemilihan presiden atau pilpres.

Ia menyerahkan keputusan kepada delapan hakim lain, apakah dirinya boleh turut mengadili dan memutus sengketa pilpres atau tidak.

Hal itu berkaitan dengan statusnya sebagai mantan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ia baru mengundurkan diri dari partai berlambang Kabah itu setelah terpilih sebagai hakim konstitusi. 

Adapun PPP mendukung pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024.

"Saya akan menyerahkan soal pilpres itu, karena saya bagaimana pun itu mantan politisi, kepada delapan Yang Mulia yang lain," ujar Arsul di Gedung MK, Rabu (10/1/2024).

"Jadi tidak boleh saya yang ngotot atau apa, tapi biarkan delapan Yang Mulia lain itu yang memutuskan, apakah saya bisa (terlibat) dalam pemeriksaan, atau ikut salam pemeriksaan tapi tidak ikut memutuskan, itu biar Yang Mulia," jelasnya.

Baca juga: Jadi Hakim MK, Arsul Sani Minta Tak Adili Sengketa yang Libatkan PPP

Arsul yang dipilih DPR sebagai hakim konstitusi menggantikan Wahiduddin Adams yang pensiun per 17 Januari itu, secara khusus telah meminta agar tidak dilibatkan sama sekali dalam sengketa pileg menyangkut PPP.

"Kalau soal pileg jelas. Kalau soal pilpres, saya menyerahkan, karena kan berbeda. Kenapa kok berbeda? Kalau pileg itu kan menyangkut langsung, misalnya terutama pemohon, itu kantor PPP. Tapi kalau pilpres, kalau dari kacamata kepartaian, kan tidak ada," jelas Arsul.

Arsul tak menjawab tegas, mengapa dirinya tidak secara spesifik meminta tak terlibat mengadili sengketa pilpres.

Baca juga: Arsul Sani Jadi Hakim MK, DPR Diingatkan Tak Intervensi Kekuasaan Kehakiman

Ia hanya berujar bahwa PPP dalam posisi tidak bisa mengelak dari kewajiban undang-undang bahwa sebagai peserta pemilu sebelumnya, PPP mesti mengusung calon presiden dan wakil presiden.

"Yang paling penting buat saya, posisi saya adalah saya tidak boleh menentukan peran saya itu berdasarkan mau saya, tetapi harus sistem yang berlaku, aturan yang berlaku di sini, yang harus diterapkan," terang Arsul yang akan mengundurkan diri dari partai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com