Artinya, revisi perbuatan yang dilarang dalam UU ITE hanya berlaku sekitar dua tahun. Meskipun demikian, diharapkan revisi interim tersebut dapat mencegah timbulnya permasalahan yang terjadi pada era UU ITE 1.0.
UU Perubahan Kedua UU ITE mengakomodasi ketentuan dalam KUHP Nasional yang dapat melindungi pengguna internet.
UU ITE 2.0 menegaskan bahwa konten yang merupakan karya seni, budaya, dan olahraga atau konten dalam konteks kesehatan atau ilmu pengetahuan tidak dikategorikan sebagai konten yang melanggar kesusilaan.
Selain itu, seseorang yang mendistribusikan konten yang dianggap menghina atau mencemarkan nama baik tidak dipidana dalam hal perbuatannya dilakukan untuk kepentingan umum atau terpaksa membela diri.
Undang-undang ini juga menawarkan fitur-fitur lain dalam melindungi pengguna internet Indonesia. Penyelenggara sertifikasi elektronik yang beroperasi di Indonesia harus berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
Tanda tangan digital adalah salah satu layanan yang dapat diberikan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik. Keharusan tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa penyelenggara sistem elektronik dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum menurut hukum Indonesia.
Generasi Ketiga UU ITE juga mengatur bahwa hukum Indonesia diterapkan dalam klausul baku yang dibuat antara penyelenggara sistem elektronik dengan masyarakat Indonesia.
Berbagai platform asing yang berusaha di Indonesia dan memberikan layanan bagi pengguna Indonesia menerapkan hukum negaranya dalam mengatur hubungan antara mereka.
Platform asing juga menerapkan mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat menimbulkan biaya besar bagi pengguna.
Sebagai contoh, dalam ketentuan layanannya, platform multinasional dapat menerapkan hukum asing, dan dalam hal terdapat sengketa antara platform dan pengguna, sengketa diselesaikan dengan arbitrase di negara asing tersebut dan dengan hukum acara arbitrase negara yang dimaksud.
Dengan adanya ketentuan baru dalam UU ITE, kontrak elektronik internasional yang menggunakan klausula baku yang dibuat oleh Penyelenggara Sistem Elektronik diatur dengan hukum Indonesia dalam tiga kondisi.
Pertama pengguna layanan berasal dari Indonesia dan memberikan persetujuannya dari yurisdiksi Indonesia.
Kedua, tempat pelaksanaan kontrak ada di wilayah Indonesia. Ketiga, penyelenggara sistem elektronik memiliki tempat usaha atau melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia.
Ketiga kondisi ini dinilai wajar sebagai dasar untuk memberlakukan hukum Indonesia. Pengaturan tersebut menjamin akses terhadap sistem hukum yang efektif dan efisien bagi pengguna dalam memenuhi hak dan kewajiban serta menyelesaikan sengketanya, yaitu hukum Indonesia.
Kesan progresif dari UU ITE Generasi Ketiga ini juga terlihat dari klausul baru mengenai pelindungan bagi anak dalam ruang digital.