Pemerintah, baik pusat maupun lokal, terkesan kurang menunjukkan gelagat untuk menjalankan prinsip “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” itu.
Mahasiswa yang seyogianya menjadi kaum idealis yang menampik kesewenang-wenangan dan menolak perlakuan tak manusiawi, justru menjadi pelaku dan pemeran utama tabiat memperlakukan orang secara tidak manusiawi.
Pengungsi Rohingya tak memiliki keinginan secara sukarela untuk datang ke Aceh, menjadi beban rakyat Aceh secara permanen.
Rohingya tidak punya pilihan. Mereka terdesak dan tidak punya ruang gerak untuk menentukan ke arah mana langkah hendak diayun.
Dengan kondisi seperti itu, masihkah kita semua tega mengintimidasi dan mengusir mereka? Tak adakah rasa kemanusiaan untuk kita sisakan sedikit pun ke mereka?
Mengapa rasa kemanusiaan kita kubur ke dalam lubang kebencian hanya karena mereka berbeda dengan fitur tubuh kita, dan hanya karena mereka tidak memiliki kartu tanda penduduk Indonesia?
Lagi pula, mereka bukan pengedar narkoba, bukan teroris, bukan pelaku perdagangan manusia. Malah, bisa jadi mereka korban perdagangan manusia.
Saya pun teringat pada akhir 2004, ketika Aceh dilantakkan oleh Tsunami. Sebagian besar Aceh jadi puing berkeping-keping.
Banyak orang Aceh menghadap Sang Khalik melalui mekanisme amuk alam. Aceh porak poranda. Sebagian Aceh nyaris terkubur total ditelan alam yang mengamuk. Siapa yang menolong Aceh ketika itu?
Rasa kemanusiaan di bawah naungan kesemestaan, datang membantu Aceh. Dunia berlomba, tanpa pamrih, malah berdesak-desakan mengulurkan tangan ke Aceh.
Bangsa-bangsa lain tidak membiarkan rakyat Aceh larut dalam kesedihan. Atas nama kemanusiaan, mereka ikhlas menolong Aceh, meringankan beban orang-orang Aceh.
Mereka berpacu dan saling membantu untuk mengangkat kembali martabat orang-orang Aceh, dari puing-puing reruntuhan amuk alam.
Bangsa-bangsa asing datang mengulurkan tangan, tanpa mereka mau tahu orang Aceh itu memiliki kartu tanda penduduk atau tidak.
Mereka ikhlas datang menolong tanpa bertanya ke orang Aceh: “Apakah kalian warga negara Indonesia atau bukan?”
Mereka menolong dengan ikhlas karena dimotivasi nilai universal yang bernama “kemanusiaan.” Tidak ada yang lain.