Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hafizh Nabiyyin
Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet

Lulusan Hubungan International Universitas Potensi Utama Medan

Nasib Rohingya: Menuntut Tanggung Jawab Negara dan Platform

Kompas.com - 30/12/2023, 09:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRAK..prak..prakk”. Botol-botol air mineral melayang di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA). Botol-botol itu mengarah pada perempuan dan anak-anak Rohingya.

Mereka merupakan bagian dari 135 orang pengungsi yang mendarat di Kabupaten Aceh Besar pada 10 Desember 2023 lalu.

Para pengungsi meminta ampun kepada mahasiswa gabungan dari beberapa kampus yang berdemonstrasi meminta mereka keluar dari Aceh. Tangis pecah tak terbendung.

Petugas Satpol PP dan kepolisian yang berjaga tak mampu menangani mahasiswa yang jumlahnya sekitar 500-an orang.

Akhirnya, mahasiswa berhasil memaksa para pengungsi keluar. Mereka pergi menuju Kantor Kemenkumham Aceh menggunakan truk yang sudah disediakan.

Menurut Koordinator Lapangan Aksi, Muhammad Khalis, penolakan mereka karena etnis Rohingya tidak lagi datang sebagai pengungsi, melainkan pencari kerja.

Dari sudut pandang mereka, etnis Rohingya tidak beretika dan berperilaku buruk. Apalagi, kebaikan masyarakat Aceh dalam menerima Rohingya seperti dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk melakukan penyelundupan manusia.

Pandangan Khalis setidaknya mewakili pandangan sebagian orang Indonesia hari ini, yang khawatir dengan keberadaan pengungsi Rohingya.

Ketika berita mengenai pengusiran Rohingya di atas tersebar melalui media sosial, sebagian warganet justru mendukung aksi barbarian itu.

Kekerasan terhadap Rohingya merupakan titik kulminasi dari disinformasi dan narasi kebencian yang sebelumnya beredar luas melalui kanal-kanal media sosial.

Belum ada komitmen dari pemerintah untuk mencegah dan menangani disinformasi maupun ujaran kebencian daring terhadap pengungsi. Pengungsi juga belum jadi kelompok rentan prioritas yang dilindungi, baik oleh negara maupun platform digital.

Disinformasi dan narasi kebencian terhadap Rohingya

Sebelum gelombang disinformasi dan narasi kebencian melonjak pada Desember 2023 ini, pandangan masyarakat Indonesia terhadap pengungsi sebenarnya baik-baik saja.

Survei dari Resilience Development Initiative (2022) menunjukkan pada umumnya publik percaya bahwa pengungsi pergi ke negara transit untuk menghindari kekerasan. Bahkan, publik tidak keberatan bila dilakukan integrasi pengungsi ke dalam masyarakat.

Namun, survei yang sama juga mencatat beberapa tantangan seperti hambatan bahasa dan ketidakpahaman publik tentang krisis pengungsi global, termasuk apa yang terjadi di daerah asal pengungsi.

Persepsi ini seperti berubah 180 derajat setelah berita penolakan warga terhadap pengungsi di Tanah Rencong pada pertengahan November lalu mencuat. Menurut warga, penolakan dilakukan karena perilaku imigran merepotkan mereka.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), narasi kebencian terhadap Rohingya sudah dimulai sejak 21 November 2023. Saat itu, empat unggahan akun Instagram @UNinIndonesia mendapat serangan komentar kebencian tentang Rohingya.

Tercatat, dari 17.380 komentar mengenai Rohingya, 91 persen di antaranya merupakan komentar kebencian.

Drone Emprit melakukan pemantauan terhadap konten Rohingya di X pada 3-16 Desember 2023. Drone Emprit menemukan isu Rohingya lebih ramai dibahas di media sosial ketimbang media massa. Selama medio itu, terdapat 130.824 mention dan retweet dengan kata kunci “rohingya”.

Dari jumlah tersebut, 33 persen di antaranya merupakan percakapan negatif. Percakapan negatif ini didominasi perbandingan nasib pengungsi Rohingya dengan masyarakat Indonesia yang tidak diperhatikan pemerintah dan perilaku-perilaku buruk pengungsi Rohingya.

Sementara itu, di platform TikTok, disinformasi banyak disebarkan oleh akun-akun yang mengimpersonasi UNHCR Indonesia, yaitu badan PBB yang bertanggung jawab menangani pengungsi.

Berdasarkan pantauan penulis, jumlah akun palsu itu mencapai 107 akun. Indikatornya adalah akun tersebut menggunakan nama profil/nama pengguna “UNHCR Indonesia” dan menggunakan logo UNHCR sebagai foto profil.

Salah satu akun, @unhcrofficialindonesia bahkan memiliki pengikut lebih dari 100.000 orang dan suka lebih dari 710.000 orang. Jumlah itu jauh lebih banyak dari akun asli @unhcrindonesia yang hanya memiliki 23.000 pengikut dengan lebih dari 56.000 suka.

Kemunculan akun-akun palsu ini memicu beredarnya gangguan informasi di masyarakat. Penggunaan nama dan logo UNHCR membuat banyak orang percaya bahwa pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh akun-akun palsu itu adalah pernyataan resmi UNHCR Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com