Dari anggaran itu, rencananya, 51 persen atau Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek e-KTP. Sementara, 49 persen atau sebesar Rp 2,558 triliun, bakal dibagi-bagi ke sejumlah pihak.
Pembagiannya adalah 7 persen (Rp 365,4 miliar) untuk pejabat Kemendagri, 5 persen (Rp 261 miliar) untuk anggota Komisi II DPR, dan 15 persen (Rp 783 miliar) untuk rekanan/pelaksana pekerjaan.
Sedangkan 11 persen (Rp 574,2 miliar) direncanakan untuk Setya Novanto dan pengusaha Andi Narogong, lalu 11 persen (Rp 574,2 miliar) lainnya untuk Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin.
Baca juga: Agus Rahardjo Cerita Saat KPK Diserang Isu Sarang Taliban Sebelum Revisi UU KPK
Oleh KPK, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, ia disebut ikut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 2,3 triliun.
Tak terima atas penetapan dirinya sebagai tersangka, pada September 2017, Novanto mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Setelah menjalani serangkaian persidangan, akhir September 2017, PN Jaksel memenangkan gugatan Novanto.
Penetapan Novanto sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah alias batal. Hakim juga meminta KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Novanto.
Tak menyerah, 31 Oktober 2017, KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP untuk yang kedua kalinya. Saat itu, KPK mengaku telah mengantongi alat bukti yang cukup.
"Setelah proses penyelidikan dan terdapat bukti permulaan yang cukup dan melakukan gelar perkara akhir Oktober 2017, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan pada 31 Oktober 2017 atas nama tersangka SN, anggota DPR RI," ujar Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/11/2017).
15 November 2017, KPK melakukan jemput paksa ke kediaman Novanto. Ini karena Novanto mangkir dari panggilan pemeriksaan lembaga antirasuah.
Sehari setelahnya atau 16 November 2017, Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan mobil. Ia kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan.
17 November 2017, KPK resmi mengeluarkan surat penahanan terhadap Novanto. Ia sedianya ditahan di Rutan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang KPK.
Namun, kala itu Novanto masih dibantarkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, untuk menjalani perawatan akibat kecelakaan yang ia alami sehari sebelumnya.
Atas penetapan tersangka dan penahanan ini, Novanto sempat mengajukan surat perlindungan kepada Presiden Jokowi. Tidak hanya kepada Presiden, Novanto juga mengajukan perlindungan kepada pimpinan lembaga penegak hukum.
"Saya sudah melakukan langkah-langkah, dari melakukan SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) di kepolisian dan mengajukan surat perlindungan hukum, baik kepada Presiden, Kapolri, maupun Kejaksaan Agung. Saya juga sudah pernah praperadilan," kata Novanto usai menjalani pemeriksaan awal oleh KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (20/11/2017).
Baca juga: Agus Rahardjo Mengaku Tulis Surat Terbuka ke Jokowi, Tolak Firli Bahuri Pimpin KPK
Sebelum itu, secara terpisah Jokowi meminta Novanto untuk mengikuti proses hukum yang berjalan di KPK. Jokowi menyebut bahwa proses hukum di Indonesia berasaskan keadilan.