JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, membela diri usai pencopotannya dari kursi ketua berdasarkan putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) pada Selasa lalu.
Anwar akhirnya tampil pada Rabu (8/11/2023) dan membacakan pernyataan resmi selama 25 menit menanggapi putusan MKMK kemarin atas dirinya
Tak ada pernyataan sikap bahwa dia akan mengundurkan diri sebagai hakim MK.
Ia mengesankan dirinya justru menjadi korban fitnah. Sedikitnya 8 kali ia menyebut "fitnah" dalam pernyataannya.
"Saat ini, harkat, derajat, martabat saya sebagai Hakim karir selama hampir 40 tahun, dilumatkan oleh fitnah yang keji. Tetapi saya tidak pernah berkecil hati dan pantang mundur, dalam menegakkan hukum dan keadilan di negara tercinta," kata Anwar dalam jumpa pers tanpa kesempatan bertanya itu.
"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum," lanjutnya.
Baca juga: Penyangkalan Anwar Usman dan Sentilan soal Budaya Malu
Ia menegaskan, dirinya tidak mungkin mengorbankan martabat dan kehormatan di ujung masa pengabdiannya selaku hakim, yang telah dimulai sejak 1985 sebagai hakim karier di Mahkamah Agung (MA) dan tidak pernah berurusan dengan Komisi Yudisial maupun Badan Pengawasan MA, hanya demi meloloskan kandidat tertentu pada Pilpres 2024.
Anwar malah mengaku dirinya sebagai korban dan obyek politisasi dari skenario membunuh karakternya, salah satunya lewat pembentukan MKMK.
"Namun, meski saya sudah mendengar ada skenario yang berupaya untuk membunuh karakter saya, tetapi saya tetap berbaik sangka, berhusnuzon, karena memang sudah seharusnya begitulah cara dan karakter seorang muslim berpikir," lanjutnya.
Ia juga menilai MKMK telah melanggar sejumlah aturan dalam memeriksa perkara etik itu serta membuat putusan.
Pertama, ia menyoroti, MKMK menggelar sidang pemeriksaan para pelapor secara terbuka.
"Saya menyayangkan proses peradilan etik yang seharusnya tertutup sesuai dengan Peraturan MK, dilakukan secara terbuka. Hal itu secara normatif, tentu menyalahi aturan," kata Anwar dalam jumpa pers tanpa kesempatan bertanya, Rabu (8/11/2023).
Baca juga: Anwar Usman Merasa Difitnah, MHH PP Muhammadiyah: Dia Tak Hormati Putusan MKMK
"Dan tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan, yang ditujukan untuk menjaga keluhuran dan martabat Hakim Konstitusi, baik secara individual, maupun secara institusional," ia menambahkan.
Ketika itu, mengawali rangkaian sidang pemeriksaan, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie memang meminta persetujuan para pelapor agar sidang pemeriksaan pelapor dibuka demi transparansi dan akhirnya disetujui.
Jimly mengakui bahwa Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK mengatur bahwa sidang etik semestinya tertutup.
Kedua, Anwar juga mempersoalkan sanksi yang dijatuhkan MKMK atas dirinya, yaitu pemberhentian dari jabatan Ketua MK.
Padahal, Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 hanya mengatur tiga jenis sanksi, yaitu teguran lisan, tertulis, dan pemberhentian tidak dengan hormat.
"Meski dengan dalih melakukan terobosan hukum, dengan tujuan mengembalikan citra MK di mata publik, hal tersebut tetap merupakan pelanggaran norma, terhadap ketentuan yang berlaku," kata Anwar.
Sementara itu, dalam pertimbangannya, MKMK menjatuhkan sanksi baru itu kepada Anwar karena sejumlah hal.
MKMK, misalnya, sepakat dengan keterangan eks Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna bahwa terdapat kesenjangan antara sanksi teguran tertulis (pelanggaran sedang) dan pemberhentian tidak dengan hormat (pelanggaran berat).
Baca juga: MK Gelar Pemilihan Ketua Pengganti Anwar Usman Besok
MKMK menganggap, sanksi yang mereka jatuhkan kepada Anwar memenuhi unsur proporsionalitas.
Selain itu, Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 menyatakan, hakim yang diberhentikan tidak hormat harus diberi kesempatan membela diri melalui Majelis Kehormatan Banding.