JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna menilai, putusan soal gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) kehilangan legitimasi usai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan adanya pelanggaran etik.
Diketahui, Anwar Usman diberhentikan dari jabatan ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran berat dalam uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
"Bagaimana dampaknya ke depan terhadap putusan MK? itu ya, tidak ada dampaknya, kalaupun ada dampaknya, ya dia kehilangan legitimasi saja, tapi legalitasnya tetap," kata Palguna saat berbincang dengan Kompas.com usai putusan MKMK, Selasa (7/11/2023) malam.
Baca juga: Sanksi MKMK ke Anwar Usman Dianggap Kurang Beri Efek Jera
Palguna menjelaskan, putusan MKMK tidak bisa mengubah putusan MK soal syarat capres cawapres yang telah diketuk beberapa waktu lalu.
Putusan tersebut hanya bisa diubah dengan gugatan baru soal Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang telah diberikan tafsir oleh MK.
Sedianya Pasal 169 huruf q berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”
Atas putusan MK beberapa waktu lalu, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
Baca juga: Sanksi MKMK Dianggap Kurang Tegas, Anwar Usman Dinilai Mestinya Dipecat dari Hakim Konstitusi
"Bagaimana pengaruhnya terhadap pencalonan? ya tidak ada, tidak ada pengaruhnya ke arah sana secara hukum, tentu saja secara moral dan secara etik ya itu jelas ada, bagaimana kemudian ada calon yang diragukan legitimasinya kemudian ikut kontestasi hanya berbekal legalitas, kan itu saja persoalannya," kata Palguna.
Dalam putusan MKMK, Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan ini diketuk oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa sore
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.
MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
Dalam putusannya, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 24 jam.
Baca juga: Respons Putusan MKMK, MHH PP Muhammadiyah Minta Anwar Usman Mundur dari Hakim MK
Buntut pelanggaran ini, adik ipar Presiden Joko Widodo tersebut tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
“Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” tutur Jimly.
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.