Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denny Indrayana Sebut Tak Perlu "Reshuffle" Seluruh Hakim Konstitusi, Cukup Berhentikan Anwar Usman

Kompas.com - 01/11/2023, 20:57 WIB
Singgih Wiryono,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelapor dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi, Denny Indrayana mengatakan, tak perlu ada reshuffle atau perombakan komposisi hakim konstitusi karena perkara putusan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang melanggengkan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, ikut dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Sebab, menurut Denny, hakim konstitusi yang melanggar etik hanya satu orang yaitu ipar Jokowi yang juga Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) ini mengatakan, Anwar Usman tidak hanya diganti, tapi juga harus dijatuhi hukuman paling berat yaitu pemberhentian dengan tidak hormat.

"Yang perlu didorong adalah, satu sanksi etik seberat-beratnya kepada pelaku pelanggar etik dalam hal ini adalah Anwar Usman. Jadi, kalau sanksi seberat-beratnya adalah pemberhentian dengan tidak hormat," ujar Denny Indrayana kepada Kompas.com melalui pesan suara, Rabu (1/11/2023).

Baca juga: Setuju Ubah Batas Usia Capres-Cawapres, Hakim MK Bantah Dilobi Anwar Usman

Selain itu, Denny mengungkapkan, untuk mengembalikan kepercayaan MK di tengah masyarakat harus dengan koreksi putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres-cawapres.

"Jadi putusannya musti dinyatakan tidak sah karena lahir dari situasi pelanggaran etik dan kejahatan yang terorganisir dan terencana, apa yang saya sebut clan and organize crime itu," kata Denny Indrayana.

"Dengan dua itu, menurut saya, yang paling merusak ini adalah kehadiran ketua yang disebut tidak mengerti etika, mundur dalam perkara terkait keluarganya. Kalau dua ini terpenuhi, maka yang saya tidak terlalu perlu ada mundurnya delapan hakim konstitusi yang lain," ujarnya lagi.

Sebelumnya, wacana reshuffle seluruh Hakim MK dilontarkan Mantan Ketua MK Arief Hidayat.

"Dalam benak saya, terakhir-terakhir ini mengatakan, sepertinya kok Mahkamah Konstitusi sembilan-sembilan hakimnya kok harus di-reshuffle. Sampai pada titik itu," kata Arief ketika dikonfirmasi Kompas.com pada Senin (30/10/2023).

Baca juga: MKMK Temukan Dugaan Anwar Usman Bohong soal Alasan Tak Ikut Rapat Putusan 3 Perkara Usia Capres-Cawapres

Hakim konsitusi aktif itu menyampaikan, hal ini berkaitan dengan marwah lembaga yang seharusnya bertugas mengawal konstitusi itu, yang kini dianggap ada di titik nadir.

"Karena kebuntuan saya, bagaimana harus menjaga marwah ini. Dalam hati saya mengatakan itu (perlu reshuffle)," ujar Arief Hidayat.

Ia mengaku khawatir MK saat ini tidak bisa melalui berbagai kritik publik akibat putusan yang dianggap sarat konflik kepentingan tersebut.

Padahal, MK nantinya akan bertugas mengadili sengketa atau perselisihan hasil pemilihan umum (pemilu).

"Apa iya ya, kita mampu pulih. Kalau tidak mampu pulih, apa kita memang bersembilan memang harus di-reshuffle," kata Arief.

Baca juga: Anwar Usman Jawab Hakim Arief Hidayat soal Usul Reshuffle Majelis Hakim MK

Ia lantas mengaku siap dan berharap delapan hakim konstitusi lainnya juga miliki kesiapan untuk di-reshuffle.

Apalagi, MK didirikan 20 tahun lalu sebagai amanat reformasi yang menginginkan Indonesia terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"Kalau ini keinginan bangsa Indonesia untuk me-reshuffle, bagi saya, ya saya kira tidak apa-apa," ujar Arief Hidayat.

Sebagaimana diberitakan, lewat putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Kemudian, atas dasar putusan MK itu diketahui bahwa Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka bisa mengikuti Pilpres 2024 walaupun usianya belum mencapai 40 tahun.

Baca juga: MKMK Temukan Dugaan Anwar Usman Bohong soal Alasan Tak Ikut Rapat Putusan 3 Perkara Usia Capres-Cawapres

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com