Pendeknya, jika memakai konsep "operasi khusus" dan "black operation" ala militer, tujuannya bukanlah untuk memenangkan perang konvensional, karena peperangannya belum dimulai.
Operasi khusus dan black operation dijalankan oleh tim kecil dan elite, dengan tujuan utama memecah belah kekuatan lawan, merusak konsentrasi lawan, dan jika perlu, menciptakan chaos di lini pertahanan lawan. Sehingga saat perang konvensional terjadi, lawan sudah tidak dalam posisi prima lagi.
Sebagian sayapnya mungkin sudah rusak, beberapa bagian mesinnya boleh jadi sudah tak berfungsi lagi, radarnya tidak lagi bekerja sebagaimana mestinya, dan tidak sedikit dari lini serang pun pertahanan yang sudah kehilangan arah dan pegangan, sehingga daya gempurnya menjadi tidak lagi optimal.
Bagaimana PDIP dan kubu Ganjar harus menyikapi ini? Dalam pandangan saya, langkah pertama, tentu tidak perlu "kaget" atas berbagai "element of suprises" tersebut.
Artinya secara teknis, tidaklah perlu menangisi Gibran Rakabuming Raka. Biarkan saja hilang, tak perlu disesali dan disayangkan.
Kedua, konsolidasi cepat. Rapatkan barisan, lepaskan bagian mesin yang tak lagi bisa bekerja, patahkan sayap yang telah dibuat oleh lawan terkulai, ambil kembali atensi dari semua lini tempur dan pertahanan, alihkan ke satu kendali penuh, misalnya ke Tim Pemenangan Nasional (TPN), hentikan jebakan "dual focuses" antara Jokowi dan Ganjar, "refocus" kepada Ganjar Pranowo saja, lalu susun ulang strategi tempur. Dan kembali bersiap, seperti tak terjadi apa-apa.
Di satu sisi, PDIP sudah pernah kehilangan orang seperti Budiman Sudjatmiko dan masih tetap berdiri kokoh.
Elektabilitas Ganjar Pranowo tetap bertahan di level yang nyaris stabil. Jadi jika di sisi lain PDIP harus kehilangan lagi, yakni Gibran, jika PDIP bisa tetap dalam posisi siaga tempur dan tetap "fokus" ke Ganjar Pranowo, maka situasinya semestinya juga sama, tetap tidak terpengaruh dan elektabilitas Ganjar Pranowo tetap stabil.
Jadi untuk menanggapi dinamika politik dalam beberapa hari ini terkait dengan Gibran, pesan utama dari saya adalah "Jangan Menangisi Gibran, PDIP!", karena sedari awal sudah tercium bahwa ini pada akhirnya akan terjadi.
Biarkan saja hal itu terjadi, tidak perlu ada sokongan demo, tidak perlu ada tanggapan apapun, biarlah senyap berlalu seperti tak pernah terjadi apa-apa.
Para simpatisan dan anggota koalisi pendukung Ganjar Pranowo harus meniru sikap Megawati Soekarnoputri yang cenderung diam dalam menanggapi dinamika situasi saat ini.
Aksi diam tanpa reaksi, seolah - tidak terjadi apa-apa, perlu dilakukan secara serentak dan bersama-sama.
Sikap diam tersebut harus menjadi sikap resmi dari keseluruhan barisan pendukung Ganjar - Mahfud MD, sebagai bentuk kesetiaan dalam mengikuti komando Megawati Soekarnoputri sebagai pemimpin simbolik kubu Ganjar.
Toh pemilih kita sudah dewasa dan cerdas. Publik akan sangat memahami bahwa kemarahan tertinggi adalah dalam bentuk diam. Jadi, saat inilah waktu yang tepat untuk menunjukkan bahwa "Silent is Golden".
Sikap seperti itu sangat diperlukan saat ini untuk menunjukkan kepada publik bahwa umpan silang yang dilakukan kubu sebelah dan disambut dengan ‘suka cita’ oleh Jokowi dan keluarganya sudah melebihi batas wajar, sudah tidak ada kata-kata yang tepat lagi yang bisa digunakan untuk mereaksinya.
Sehingga, jalan terbaik adalah diam dan membiarkan publik saja yang menilainya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.