Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengawal Penyidikan Kasus Syahrul Yasin Limpo dan Independensi KPK

Kompas.com - 16/10/2023, 15:20 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

Partai Nasdem mengakui pernah menerima uang Rp 20 juta dari Syahrul buat sumbangan bencana alam. Akan tetapi, mereka membantah menerima aliran dana dugaan korupsi itu.

 

Dilema

Proses penegakan hukum yang dilakukan KPK pun seolah mengalami dilema. Meski KPK berulang kali membantah, tak bisa dipungkiri jika masyarakat menilai terdapat aroma politis menyelimuti proses penyidikan itu.

Di sisi lain, terdapat laporan dugaan pemerasan yang diduga dilakukan pimpinan KPK terhadap Syahrul terkait penanganan perkara itu.

Menurut praktisi hukum Todung Mulya Lubis, seluruh proses penyelidikan sampai penyidikan yang terjadi di tahun politik bakal selalu dikaitkan dengan intrik benturan kepentingan dan perebutan kekuasaan.

Ahli Hukum Todung Mulya Lubis dalam Seminar Nasional Optimalisasi Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum bagi Pelaku Usaha Mikro & Kecil, Jumat (23/6/2023) di Jakarta.YouTube KemenKopUKM Ahli Hukum Todung Mulya Lubis dalam Seminar Nasional Optimalisasi Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum bagi Pelaku Usaha Mikro & Kecil, Jumat (23/6/2023) di Jakarta.

Dia menilai stigma itu tak bisa dihindari oleh penegak hukum maupun pemerintah ketika menggelar proses hukum di tahun politik.

"Semua penyidikan, penyelidikan, dan pengusutan dan proses peradilan kasus-kasus korupsi pada tahun politik, apalagi sedang marak kampanye, pasti akan bernuansa politik. Akan mudah dipolitisasi," kata Mulya saat dihubungi pada Senin (16/10/2023).

Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Pernah Transfer Uang ke Nasdem untuk Bantuan Bencana

Akan tetapi, pemerintah dan aparat penegak hukum seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung sebenarnya bisa menghindari stigma itu dengan membuat kesepakatan.

"Kebijakan paling bijaksana yang diambil oleh banyak negara adalah tidak melakukan proses hukum kasus, terutama kepada capres-cawapres dan calon anggota DPR di tahun politik," ujar Mulya.

Jika hal itu tetap dilakukan, kata Mulya, maka penguasa atau negara bakal dituduh macam-macam seperti menyalahgunakan aparat penegak hukum buat kepentingan politik kelompok tertentu.

Mulya menilai seharusnya proses hukum terkait figur politikus sebaiknya dituntaskan sebelum atau sesudah pemilihan umum. Dia menilai hal itu adalah jalan yang paling baik dan bisa diterima semua kalangan.

Akan tetapi, dalam kasus Syahrul itu terdapat persoalan lain yakni dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK. Hal itu yang menurut Mulya memperumit persoalan dan menjadi celah buat mempertanyakan independensi KPK penegak hukum.

Baca juga: Soal Dana Miliaran Rupiah Syahrul Yasin Limpo ke Nasdem, Ketua DPP: Masih Percaya KPK Independen?

"Ini kan sangat gampang dipolitisasi, tapi kita juga tidak bisa membiarkan Syahrul Yasin Limpo tidak diproses hukum karena bukti-bukti dari penyidikan sudah terlihat jelas," ucap Mulya.

"Dilema memang, tapi kalau tidak disidik akan merugikan rakyat. Biarlah ini menjadi yang terakhir, ke depan tidak boleh lagi seperti ini," sambung Mulya.

Mulya menilai saat ini masyarakat sipil dan media massa harus berperan aktif mengawal proses penyidikan kasus yang melibatkan Syahrul guna mencegah dugaan politisasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Nasional
Jalan Berliku Anies Maju di Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Jalan Berliku Anies Maju di Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Nasional
Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Nasional
Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Nasional
Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Nasional
[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

Nasional
Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Nasional
Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Nasional
Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Nasional
Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies 'Ban Serep' pada Pilkada Jakarta...

Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies "Ban Serep" pada Pilkada Jakarta...

Nasional
Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Dukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, PHE Aktif dalam World Water Forum 2024

Dukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, PHE Aktif dalam World Water Forum 2024

Nasional
Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Nasional
Jemaah Haji Dapat 'Smart' Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Jemaah Haji Dapat "Smart" Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Nasional
Kasus LPEI, KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri

Kasus LPEI, KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com