Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudi Hartono
Penulis Lepas dan Peneliti

Penulis lepas dan pendiri Paramitha Institute

"Leiden is lijden", Memimpin Itu Menderita

Kompas.com - 05/10/2023, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain kekayaan, “darah biru politik” juga merupakan jalur pintas untuk meraih kekuasaan politik. Data Formappi, ada 48 anggota DPR periode 2019-2014 yang terindikasi kuat dari jalur politik dinasti.

Situasi politik lokal lebih parah lagi. Pada Pilkada 2020, ada 159 calon yang memiliki pertalian dengan politisi yang lebih dulu berkibar (Yoes C. Kenawas, 2020).

Tak jarang terjadi, kekuasaan lokal tak menyerupai keluarga: Suami (bupati), Istri (ketua DPRD), anak (ketua partai/anggota DPRD), kerabat lain menguasai dinas-dinas.

Tentu saja, politik dinasti tidak sehat. Selain menciptakan ketidakadilan partisipasi politik, politik dinasti juga membuka jalan bagi korupsi berskala besar.

Bagi politisi miskin dan bukan darah biru, bukan lagi “memimpin itu menderita”, melainkan berarti meniti karier politik sepanjang masa.

Politik yang Oligarkis

Kalau politik dijalankan sesuai khittahnya, politik sebagai pengorganisasian warga untuk kebaikan bersama, maka berpolitik memang jalan untuk menderita.

Betapa tidak, seorang politisi rela mengabdikan dirinya, tenaganya, dan waktunya demi kepentingan bersama.

Namun, dalam konteks Indonesia, kita menemukan wajah politik berbeda. Tak sedikit elite maupun parpol yang hanya berorientasi untuk merebut kontrol atau akses pada kekuasaan dan sumber daya negara.

Akses dan kontrol terhadap jabatan publik dan otoritas negara menjadi penentu utama bagaimana kekayaan pribadi diakumulasi dan didistribusikan (Robison dan Vedi Hadiz, 2004).

Terjadilah fenomena “state capture”, ketika penyelenggaraan negara dan kebijakannya dikendalikan segelintir elite dan digunakan untuk melayani kepentingan segelintir elite itu.

Ini bukan isapan jempol belaka. Di Indonesia, jarang terjadi pejabat negara menyusut kekayaannya selama dan setelah ia menjabat. Yang terjadi, kekayaannya menumpuk berkali-kali lipat selama dan sesudah menjabat.

Jarang sekali menemukan sosok pejabat seperti Mohammad Hatta, yang ketika tak lagi menjabat justru kesulitan membayar tagihan listrik. Demi memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, Bung Hatta hanya bersandar pada honor tulisan-tulisannya.

Tidak ada sosok Haji Agus Salim, yang rela memakai jas penuh bekas jahitan dan tisikan istrinya. Atau Mohammad Natsir, tokoh yang pernah menjabat Perdana Menteri RI, sering menggunakan jas tambalan.

Hampir tak ada lagi jaksa berintegritas seperti Baharuddin Lopa dan polisi jujur seperti Hoegeng Iman Santoso.

Sekarang, bukan hal yang janggal kalau pejabat Indonesia masuk dalam daftar orang terkaya. Dan bangsa kita makin toleran seorang pengusaha menduduki jabatan politik yang berpotensi menciptakan “konflik kepentingan”.

Di negeri ini, bukan hal yang dilarang “rangkap jabatan”. Padahal, dalam UUDS 1950 (pasal 55, ayat 1 dan 2), rangkap jabatan presiden, wapres, dan anggota kabinet sudah dilarang keras.

Bahkan sudah melarang pejabat negara menduduki/punya kedudukan di perusahaan berorientasi bisnis.

Dalam kondisi negara yang tersandera oleh oligarki dan politik kartel, agak sulit rasanya berharap ada pejabat yang menempuh jalan politik: memimpin adalah menderita. Yang ada: “berkuasa untuk bertambah kaya”.

Kalau kita mau mengembalikan politik ke khittahnya, sebagai wahana memperjuangkan kebaikan bersama, maka jalan pemimpin adalah: memimpin untuk menderita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Nasional
Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Nasional
Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Nasional
Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Nasional
KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

Nasional
Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Nasional
100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

Nasional
KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

Nasional
Tata Kelola Makan Siang Gratis

Tata Kelola Makan Siang Gratis

Nasional
Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Nasional
Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Nasional
Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Nasional
KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

Nasional
Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com