JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal data intelijen yang dia terima terkait kondisi internal dan arah pergerakan partai politik (parpol) menuai beragam tanggapan.
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," kata Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023) pekan lalu.
Jokowi tidak membeberkan informasi apa yang ia ketahui dari partai-partai politik itu.
Ia hanya menjelaskan informasi itu ia dapat dari aparat intelijen yang berada di bawah kendalinya, baik itu Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, maupun Badan Intelijen Strategis (BAIS) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Dan informasi-informasi di luar itu, angka, data, survei, semuanya ada, dan itu hanya miliknya presiden karena dia langsung ke saya," ujar Jokowi.
Baca juga: Jokowi Dapat Data Intelijen Soal Gerakan Parpol, PKS: Presiden Senang Menghibur Kita
Di satu sisi, pernyataan Jokowi itu dinilai wajar sebagai seorang kepala negara yang memang rutin mendapat pasokan informasi strategis dari berbagai lembaga mata-mata.
Akan tetapi, Jokowi diingatkan supaya tidak salah langkah dalam menggunakan data intelijen itu, atau bisa terjerumus ke dalam polemik berkepanjangan.
Namun, beberapa kalangan mengkritik pernyataan Presiden Jokowi itu.
Menurut mereka, Jokowi mestinya tidak perlu mengumbar dia mengetahui tentang kondisi internal setiap partai politik melalui intelijen.
Selain itu, Jokowi juga diharapkan tidak menyalahgunakan lembaga intelijen buat memuluskan agenda politiknya.
Baca juga: Demokrat Sayangkan Jokowi Umbar-umbar Pegang Data Intelijen soal Arah Koalisi
Dalam kesempatan itu Jokowi juga menyampaikan soal pergantian kepemimpinan melalui pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Jokowi menekankan pentingnya suksesi kepemimpinan pada 2024 mendatang demi mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi negara maju. Dia juga menyinggung soal investasi dan hilirisasi yang mesti dipertahankan supaya arus penanaman modal dan peredaran uang terus meningkat.
"Ini penting, 2024, 2029, 2034, itu sangat menentukan negara kita bisa melompat menjadi maju atau kita terjebak dalam middle income trap, terjebak pada jebakan negara berkembang," ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, prediksi itu berdasarkan analisis para pakar dari Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), McKinsey, serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Baca juga: Jokowi Pegang Data Intelijen soal Parpol, Gerindra Yakin Tak Disalahgunakan
Jokowi mengatakan, Indonesia hanya punya waktu selama 3 periode kepemimpinan untuk mengubah status dari negara berkembang menjadi negara maju.
Menurut Jokowi, Indonesia tidak boleh bernasib sama seperti banyak negara Amerika Latin yang terus berada dalam posisi negara berkembang sejak 1950-an, padahal memiliki kesempatan buat menjadi negara maju.
"Kita tidak mau itu, dan kesempatan itu hanya ada di 3 periode kepemimpinan nasional kita. Itulah yang sulit," ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, Indonesia di masa mendatang membutuhkan pemimpin yang bisa mengantarkan masyarakat berada di posisi negara maju, dan membawa kemakmuran dan kesejahteraan.
"Tapi memang kepemimpinan itu sangat menentukan. Itulah yang akan melompatkan kita nanti menjadi negara maju," ucap Jokowi.
Baca juga: Pengamat Sebut Parpol Tak Boleh Jadi Target Pantauan Intelijen dan Presiden
"Tetapi ini harus konsisten pemimpin siapapun ke depan harus ngerti masalah ini, tau mengenai ini. Mau kerja detail, mau menghitung, mau mengkalkulasi, dan cek di lapangan," sambung Jokowi.
Secara terpisah, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, sebagai presiden, Jokowi berhak dan bahkan mendapat perintah dari undang-undang untuk mengantongi informasi intelijen.
Mahfud menambahkan, pejabat setingkat Menteri Koordinator (Menko) secara berkala juga mendapatkan informasi intelijen terkait partai politik, masyarakat, persoalan hukum, dan isu sensitif di masyarakat.
“Ya enggak bisa dong (Jokowi disalahkan), memang laporan presiden. Menteri saja punya apalagi presiden,” ujar Mahfud saat ditemui usai menghadiri jalan sehat di kompleks Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Jakarta Pusat, Minggu (17/9/2023).
Baca juga: Jokowi Pegang Data Intelijen Daleman Parpol, Gubernur Lemhannas Ingatkan soal Skandal Watergate
Dilihat dari sisi politik, pernyataan Jokowi terkait data intelijen dan suksesi kepemimpinan nasional dinilai mengandung 3 makna.
Upaya membawa Indonesia ke taraf negara maju dan makmur memang menjadi impian setiap anggota masyarakat, serta amanat dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Presiden Jokowi yang pada 2024 akan menyelesaikan periode kepemimpinan keduanya juga berhak berharap ada yang melanjutkan program yang sudah dibangun selama ini.
Akan tetapi, ada juga kekhawatiran ketika lembaga intelijen dikerahkan dan tidak terkendali justru bisa membawa kemunduran dalam proses demokrasi.
Baca juga: Jokowi Nyatakan Pegang Data Intelijen soal Parpol, Cak Imin: Arah Koalisi Hak Masing-masing
"Pernyataan Presiden Jokowi ini bisa ditafsirkan dalam 2 konteks. Pertama, di panggung depan beliau ingin memastikan bahwa siapapun capres-cawapres yang kelak maju harus memastikan Indonesia Maju ke depan," kata Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro dalam pernyataannya saat dihubungi pada Senin (18/9/2023).
Melalui pernyataan itu, kata Agung, Jokowi memberi sinyal supaya presiden mendatang melanjutkan program-programnya, dan tidak bertikai hanya karena persoalan politik yang bisa mengancam kemajuan bangsa.
"Jangan malah sebaliknya sehingga kita bisa keluar dari middle income trap di tengah karena benturan kepentingan adikuasa yang semakin sulit dihindari," ucap Agung.
Akan tetapi, Agung juga menilai pernyataan Jokowi sebagai sinyal peringatan bagi para elite politik.
Baca juga: Gubernur Lemhannas Yakin Jokowi Tahu Batasan soal Penggunaan Data Intelijen
Melalui pernyataan itu, Jokowi seolah ingin memberi peringatan supaya jangan ada pihak-pihak yang mencoba mengganggu situasi kondusif saat ini dan mempertahankan momentum pembangunan.
"Di panggung belakang, sulit dimungkiri bahwa ini 'alarm politik' dari beliau kepada seluruh Ketum Partai, King & Queen Maker, maupun kelompok kepentingan lainnya agar jangan 'bermain api' atau mencoba mengganggu stabilitas nasional yang kondusif," ucap Agung.
Agung melanjutkan, pesan ketiga yang disampaikan Jokowi melalui pernyataan itu adalah harapan supaya siapapun presiden yang kelak terpilih nanti mampu mengakomodasi dan menjamin kepentingan politik setelah dia tak lagi menjabat.
Baca juga: Soal Data Intelijen Terkait Parpol, Puan: Tanya Pak Jokowi, Kenapa Bicara Seperti Itu?
"Walaupun sulit dilepaskan bahwa kepentingan politik Presiden Jokowi mengemuka. Menimbang proyek-proyek mercusuar yang beliau mulai perlu dilanjutkan seperti Ibu Kota Negara (IKN), hilirisasi, pemerataan infrastruktur, dan lainnya," ucap Agung.
(Penulis: Syakirun Ni'am, Editor: Bagus Santosa)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.